7 pesan terakhir Yesus di kayu
salib yang mengantar manusia pada keselamatan
Kalau seseorang yang kita kasihi meninggal, maka kita
mencoba mengingat pengalaman-pengalaman bersama dengan orang tersebut, baik
pengalaman suka maupun duka. Namun, terutama kita mencoba mengingat apa yang
diucapkan pada saat-saat menjelang ajalnya, karena pesan pada saat-saat
terakhir adalah penting dan penuh makna.
Dalam tulisan ini, maka kita akan melihat tujuh pesan
Yesus yang diucapkan-Nya pada saat Dia tergantung di kayu salib, saat-saat
akhir hidup-Nya. Dari pesan terakhir ini, kita akan dapat menangkap hal-hal
yang terpenting yang ingin disampaikan-Nya kepada kita.
Tujuh pesan Yesus terdiri dari: (a) Luk 23:34 “Ya
Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.“;
(b) Luk 23:43 “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan
ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (c) Yoh 19:26-27 “Ibu,
inilah, anakmu!” dan “Inilah ibumu!“; (d) Mar 15:34 “Allahku, Allahku,
mengapa Engkau meninggalkan Aku?“; (e) Yoh 19:28 “Aku haus!“; (f)
Yoh 19:30 “Sudah selesai“; (g) Luk 23:46 “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu
Kuserahkan nyawa-Ku.“
Dari pesan ini, kita melihat bagaimana Yesus ingin
membawa keselamatan bagi semua orang dengan memberikan pengampunan kepada umat
manusia, sehingga manusia dapat bersatu dengan Allah di dalam Kerajaan Sorga,
sama seperti Yesus membawa pencuri di sebelah kanan-Nya ke Firdaus. Bagaimana
cara untuk mencapai Kerajaan Sorga? Yesus menunjukkan agar kita dapat menerima
Maria sebagai bunda kita, senantiasa berharap pada Allah dalam kesulitan, haus
akan jiwa-jiwa untuk diselamatkan, serta terus setia terhadap panggilan kita
sampai akhir hayat kita, sampai tiba saatnya kita menyerahkan nyawa kita kepada
Bapa dan kemudian memulai kehidupan baru di dalam Kerajaan Sorga.
Pada saat Yesus tergantung di kayu salib, di tahta-Nya
yang dipandang hina oleh banyak orang, Dia melihat dengan jelas drama kehidupan
kehidupan manusia, mulai dari serdadu yang kejam, murid-muridnya yang pengecut,
kaum Farisi yang iri hati, orang-orang yang tidak melakukan apapun ketika
mereka melihat ketidakadilan. Di kayu salib dan juga dalam permenungan-Nya di
taman Getsemani, Kristus juga melihat dosa-dosa seluruh umat manusia, mulai dari
Adam dan Hawa sampai manusia terakhir. Ini berarti Dia juga melihat semua dosa
kita. Inilah yang menyebabkan Yesus meneteskan keringat darah.
Santo Tomas Aquinas menyatakan bahwa ada tiga
pengetahuan di dalam Kristus dalam kodrat-Nya sebagai manusia, yaitu: 1)
pengetahuan yang diperolehnya dari pengalaman/ pembelajaran (acquired
knowledge), 2) pengetahuan yang ditanamkan dari Allah (infused knowledge);
dan 3) pandangan kesempurnaan surgawi (beatific vision). Acquired knowledge
ini adalah sama seperti pengetahuan yang kita dapatkan dari kita belajar
kehidupan sehari-hari maupun mendapatkan pengetahuan tentang
pengetahuan-pengetahuan yang lain. Hal ini dinyatakan di dalam Alkitab ketika
dituliskan “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya,
dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.“(Luk 2:52). Infused knowledge
adalah pengetahuan seperti yang diperoleh oleh nabi-nabi maupun para malaikat.
Allah sendiri memberikan inspirasi dan dengan akal budi mereka, para nabi
mengekspresikannya dengan ungkapan dan kata-kata mereka sendiri. Bagaimana
dengan beatific vision? Pengetahuan inilah yang dipunyai oleh Kristus
sejak Dia dikandung dan sampai selama-lamanya. Pengetahuan ini memungkinkan
Kristus senantisa berada dalam persatuan dengan Allah Bapa walaupun Dia
mengambil kodrat manusia. Pada saat yang bersamaan, pengetahuan ini
memungkinkan Kristus dapat memilih untuk membawa seluruh umat manusia dalam
doaNya di taman Getsemani.
Bayangkan ketika orang tua merenungkan dosa-dosa yang
diperbuat oleh anaknya. Dalam keterbatasan melihat dosa-dosa anaknya, hati
mereka dapat menjerit dan merasakan kepedihan yang mendalam. Inilah yang
dialami oleh Musa, ketika dia mengetahui bahwa bangsa Israel akan mengalami
kehancuran karena telah menyembah berhala. Dia berkata “31 …”Ah, bangsa ini
telah berbuat dosa besar, sebab mereka telah membuat allah emas bagi mereka.
32 Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu–dan jika
tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis.” (Kel
32:32)
Sekarang coba bayangkan, apa yang dialami oleh Yesus,
ketika Dia melihat secara jelas seluruh dosa-dosa manusia, dari manusia pertama
sampai manusia yang terakhir. Dan gambaran seluruh dosa-dosa manusia lebih
jelas dibandingkan dengan kejelasan Musa melihat dosa-dosa umat Israel. Dengan beatific
vision-Nya, Kristus melihat kesombongan manusia, orang-orang yang
meninggalkan Gereja-Nya, orang-orang yang memecahkan diri dari Tubuh Mistik
Kristus, orang-orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka dan lupa akan Tuhan
yang telah memberikan rejeki kepada mereka. Dia juga melihat dosa-dosa yang
kita lakukan, yaitu saat kita lebih memilih kesenangan kita dibandingkan dengan
mengikuti perintah Allah, atau saat kita egois, atau saat kita marah dan
mengeluh ketika ada percobaan datang. Namun, pada saat yang bersamaan, selain
dosa-dosa kita, Kristus juga melihat perbuatan kasih yang kita lakukan. Ini
berarti pada saat kita melakukan perbuatan kasih, maka kita juga menghibur
Kristus pada saat Dia berdoa di taman Getsemani. Pada waktu Kristus berdoa
inilah, segala yang terjadi di masa lalu maupun masa depan, dihadirkan oleh
Kristus. Dengan demikian, jika kita berdoa dan melakukan perbuatan kasih di
masa kini, kita menemani dan menghibur Kristus pada saat Dia mengalami penderitaan
di Taman Getsemani. Kita mengikuti apa yang diperintahkan oleh Kristus sendiri,
ketika Dia mengatakan “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya.
Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.” (Mat 26:38). Jangan
biarkan kita lengah sehingga Kristus menegur kita dengan mengatakan “Tidakkah
kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?” (Mat 26:40).
Bagaimana dengan pengetahuan manusia seperti kita?
Kita dapat mempunyai pengetahuan eksperimental atau kalau Tuhan menghendaki,
seseorang juga dapat mempunyai infused knowledge. Bahkan dengan seijin
Tuhan, Rasul Paulus mungkin mengalami beatific vision ketika dia
mengatakan bahwa dia mengenal seseorang yang diangkat ke tingkat ketiga dari
Sorga (lih. 2Kor 12:2-4). Namun, menjadi kodrat dari manusia untuk belajar
secara bertahap. Pengetahuan manusia akan Tuhan didapatkan secara bertahap. Hal
ini berbeda dengan para malaikat yang mendapatkan pengetahuan secara lengkap
secara langsung. Inilah sebabnya Tuhan dapat mengampuni dosa manusia dan
memberikan kesempatan kepada manusia berulang-ulang untuk memperbaiki dosanya,
namun kepada malaikat yang berdosa, Tuhan tidak dapat memberikan kesempatan
kedua, mengingat kesempurnaan pengetahuan yang telah diberikan kepada mereka.
Kita ketahui bahwa sebagian dari para malaikat memilih untuk menolak dan
melawan Tuhan.
Dengan melihat kodrat manusia ini, Kristus berdoa “Ya
Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”
(lih. Luk 23:34). Kristus tahu bahwa manusia memang berdosa karena dipengaruhi
oleh kelemahan-kelemahannya akibat dosa asal. Dengan demikian, apa yang
diperbuat oleh manusia bisa saja terjadi karena ketidaktahuannya. Namun tidak
semua ketidaktahuan mengakibatkan orang terbebas dari dosa.
Ketidakketidaktahuan yang tak terhindari (invincible ignorance) membuat
orang tidak berdosa, namun ketidaktahuan yang disebabkan oleh ketidakpedulian
orang itu sendiri (culpable ignorance) menyebabkan seseorang tetap
bersalah. Rasul Petrus mengerti bahwa orang-orang yang menyalibkan Yesus
bertindak karena ketidaktahuan mereka, sehingga dia mengatakan “Hai
saudara-saudara, aku tahu bahwa kamu telah berbuat demikian karena
ketidaktahuan, sama seperti semua pemimpin kamu.” (Kis 3:17)
Bagaimana dengan kita yang telah menerima Kristus?
Kita tidak mempunyai alasan lagi bahwa kita tidak tahu. Oleh karena itu,
tanggung jawab kita lebih berat, karena barang siapa diberi banyak akan
dituntut lebih banyak (lih. Luk 12:48). Menyadari bahwa manusia dengan
kekuatannya sendiri tidak dapat menjalankan semua perintah Allah, Kristus
menyediakan Diri-Nya sendiri untuk disalibkan, sehingga rahmat yang berlimpah
dapat mengalir kepada kita umat Allah. Bahkan kesalahan-kesalahan yang dibuat
umat Allah dapat dihapuskan dengan melakukan pengakuan dosa. Dan kalau
seseorang tidak mensyukuri dan menggunakan semua kemudahan untuk mendapatkan
pengampunan dosa, maka orang tersebut tidak lagi mempunyai alasan apapun kalau
sampai dia kehilangan keselamatan kekal.
2. Luk 23:43 “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari
ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”
Keselamatan kekal bagi manusia adalah yang menjadi
alasan bagi Kristus untuk turun ke dunia, rela menanggung sengsara, menerima
semua kesengsaraan dan penderitaan, serta taat kepada Bapa untuk mati di kayu salib.
Seluruh kehidupan-Nya ditujukan untuk mengemban misi ini, dan Kristus telah
melaksanakannya dengan sempurna. Bahkan sampai pada menjelang akhir wafat-Nya,
Dia tidak membuang kesempatan sedikitpun untuk menyelamatkan pencuri yang
disalibkan bersama-Nya.
Uskup Agung Fulton Sheen mengatakan bahwa dalam
peristiwa penyaliban, terjadilah suatu drama dari keinginan (wills) dari
dua pencuri yang disalibkan bersama dengan Yesus.[1] Ada begitu banyak hal yang terjadi di luar diri
kita, yang sering terjadi di luar kontrol kita. Namun, satu hal yang dapat kita
kendalikan adalah keinginan kita. Di luar mungkin saja terjadi sesuatu yang
begitu menyesakkan, membuat marah, namun kita tetap dapat memutuskan untuk
tetap tenang. Bagi umat Katolik, ketenangan ini bersumber dari Kristus yang
menderita, wafat dan bangkit. Oleh sebab Kristus telah mengatasi segalanya,
maka kita dapat tetap tinggal tenang, sebab tak ada sesuatupun yang dapat
terjadi di luar rencana Allah.
Menjadi sesuatu yang umum, bahwa pada saat seseorang
disalibkan, maka dia akan menyumpahi orang yang menyalibkannya, bahwa
menyumpahi dirinya, menyumpahi Tuhan dan hari kelahirannya. Namun, dua pencuri
yang disalibkan mendengarkan seseorang yang disalib di tengah-tengah mereka
mengatakan, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang
mereka perbuat.” (Luk 23:34). Pengampunan ini mendatangkan rahmat. Paling
tidak salah satu dari pencuri ini menyambut rahmat Allah. Bahkan ketika pencuri
di sebelah kiri mengatakan “Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah
diri-Mu dan kami!” (Luk 23:39), maka pencuri di sebelah kanan Yesus
menjawab “40 Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau
menerima hukuman yang sama? 41 Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita
menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak
berbuat sesuatu yang salah.” (Luk 23:40-41)
Percakapan ini mungkin terlihat sepele. Namun, kita
jangan melupakan bahwa setiap kata yang keluar dari orang yang disalibkan
adalah merupakan suatu penderitaan, karena setiap tarikan nafas menjadi suatu
siksaan. Pencuri di sebelah kanan, yang menurut tradisi bernama Dimas, dalam
keterbatasannya telah memberikan nyawanya untuk Kristus, dan dia juga menaruh
pengharapan di dalam Kristus, sehingga dia memohon kepada Yesus “Yesus,
ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” (Luk 23:42) Sungguh
suatu ungkapan pengharapan dan iman yang begitu sederhana dan dalam. Terhadap
ungkapan iman dan kasih ini, Yesus menjawab “Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam
Firdaus.” (Luk 23:43)
Mari, dalam Pekan Suci ini, kita bersama-sama
merenungkan, bahwa kita yang telah menerima baptisan sakramental, seharusnya
mempunyai sikap seperti yang ditunjukkan oleh Dimas, bahkan dituntut lebih.
Mengapa? Karena kita telah menerima rahmat Allah yang begitu istimewa dalam
Sakramen Baptis, seperti: (a) rahmat pengudusan, (b) menjadi anak-anak Allah
dan dipersatukan dalam Tubuh Mistik Kristus, (c) menerima tiga kebajikan ilahi
(iman, pengharapan dan kasih), (d) menerima tujuh karunia Roh Kudus seperti
yang disebutkan di dalam Yes 11:2-3 (kebijaksanaan, pengertian, nasihat,
keperkasaan, pengenalan, kesalehan, dan takut kepada Allah). Dengan
rahmat-rahmat ini kita dimampukan untuk mengikuti perintah Kristus, yang
menuntun kita kepada keselamatan kekal.
Dengan penebusan-Nya di kayu salib, Kristus telah
membuka jalan keselamatan bagi semua orang. Dia telah memberikan Diri-Nya
dengan sehabis-habisnya. Dia telah memberikan Tubuh dan Darah-Nya di kayu
salib, yang telah diantisipasi dalam Perjamuan Suci (lih. Mat 26:26-29, Mar
14:22-25, Luk 22:19-20). Namun rupanya ini tidak cukup. Memandang dari kayu
salib, Kristus melihat dua orang yang dikasihi-Nya, yaitu Ibu-Nya, Bunda Maria
dan murid-Nya yang terkasih, rasul Yohanes. Dengan sisa-sisa nafas-Nya, Kristus
memberikan pesan yang begitu penting kepada kita, yaitu pesan ketika Kristus
memandang Ibu-Nya dan murid-Nya dan berkata “Ibu (RSV = Woman), inilah,
anakmu!.. dan inilah ibumu” (Yoh 19:26-27). Dalam bukunya, uskup agung
Fulton Sheen mengatakan bahwa dengan menyebut woman (perempuan) dan
bukan ibu, maka Kristus menginginkan bahwa Bunda Maria bukan hanya menjadi
bunda Kristus saja, namun dia menjadi bunda seluruh umat beriman. Inilah
sebabnya Kristus menyerahkan ibu-Nya kepada kepada murid yang
dikasihi-Nya – tanpa nama, untuk menyatakan bahwa perintah ini ditujukan kepada
semua murid Kristus.
Sebaliknya Kristus juga menyerahkan murid-Nya untuk
menjadi putera Bunda Maria. Satu-satunya anak Maria memang tidak tergantikan,
yaitu Kristus. Namun, Kristus ingin memberikan hubungan yang baru antara Maria
dengan seluruh umat beriman. Kristus menginginkan agar Maria dapat menerima
seluruh umat beriman sebagai anaknya, karena Kristus sendiri hadir dan bersatu
dalam diri setiap umat beriman, sama seperti Kristus sendiri mengumpamakan
DiriNya sebagai pokok anggur dan seluruh ranting-ranting bersatu dengan-Nya
(lih. Jn 15:5). Ini berarti, Kristus menginginkan agar Bunda Maria turut
berpartisipasi dalam karya keselamatan Kristus dan memperlakukan seluruh umat
beriman sebagai anaknya. Suka atau tidak suka, Kristus menginginkan hal ini dan
memberikan Maria sebagai bunda bagi seluruh umat beriman. Kalau Kristus tidak
berkeberatan untuk dididik oleh Maria dan Maria dipandang baik oleh Kristus
sebagai Bunda Allah, maka siapakah kita yang memandang bahwa kita tidak perlu
menghormati Bunda Maria, bahkan ada yang menyingkirkan Bunda Maria dari
kehidupannya? Apakah ada seorang pria yang merasa bahwa pacarnya terlalu
berlebihan karena dia menghormati ibunya juga?
Disaksikan oleh Bapa-Nya di Sorga dan ibu-Nya di kaki
kayu salib, Yesus berkata “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan
Aku?” Kalimat yang berkesan keputusasaan. Mungkin jeritan yang sama, sering
kita teriakkan dalam kesesakan dan penderitaan kita. Kita mengetahui bahwa
Kristus adalah sungguh sama seperti kita, yang telah mengecap semua yang kita
alami, termasuk penderitaan. Namun, di dalam penderitaan-Nya, Dia telah
menunjukkan adanya suatu kepercayaan yang kokoh akan rencana Allah. Perkataan Eli,
Eli Lamasabakthani, merupakan permulaan dari Mazmur 22, yang lengkapnya
adalah sebagai berikut:
1 Untuk pemimpin biduan. Menurut lagu: Rusa di
kala fajar. Mazmur Daud. (22-2) Allahku, Allahku, mengapa Engkau
meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong
aku.
2 Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang.
3 Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel.
4 Kepada-Mu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan Engkau meluputkan mereka.
5 Kepada-Mu mereka berseru-seru, dan mereka terluput; kepada-Mu mereka percaya, dan mereka tidak mendapat malu.
6 Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak.
7 Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya:
8 “Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?”
9 Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku.
10 Kepada-Mu aku diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku Engkaulah Allahku.
11 Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan telah dekat, dan tidak ada yang menolong.
12 Banyak lembu jantan mengerumuni aku; banteng-banteng dari Basan mengepung aku;
13 mereka mengangakan mulutnya terhadap aku seperti singa yang menerkam dan mengaum.
14 Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku;
15 kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku.
16 Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku.
17 Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku.
18 Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.
19 Tetapi Engkau, TUHAN, janganlah jauh; ya kekuatanku, segeralah menolong aku!
20 Lepaskanlah aku dari pedang, dan nyawaku dari cengkeraman anjing.
21 Selamatkanlah aku dari mulut singa, dan dari tanduk banteng. Engkau telah menjawab aku!
22 Aku akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah:
23 kamu yang takut akan TUHAN, pujilah Dia, hai segenap anak cucu Yakub, muliakanlah Dia, dan gentarlah terhadap Dia, hai segenap anak cucu Israel!
24 Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang yang tertindas, dan Ia tidak menyembunyikan wajah-Nya kepada orang itu, dan Ia mendengar ketika orang itu berteriak minta tolong kepada-Nya.
25 Karena Engkau aku memuji-muji dalam jemaah yang besar; nazarku akan kubayar di depan mereka yang takut akan Dia.
26 Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya!
27 Segala ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada TUHAN; dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya.
28 Sebab Tuhanlah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa.
29 Ya, kepada-Nya akan sujud menyembah semua orang sombong di bumi, di hadapan-Nya akan berlutut semua orang yang turun ke dalam debu, dan orang yang tidak dapat menyambung hidup.
30 Anak-anak cucu akan beribadah kepada-Nya, dan akan menceritakan tentang TUHAN kepada angkatan yang akan datang.
31 Mereka akan memberitakan keadilan-Nya kepada bangsa yang akan lahir nanti, sebab Ia telah melakukannya.
2 Allahku, aku berseru-seru pada waktu siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak juga aku tenang.
3 Padahal Engkaulah Yang Kudus yang bersemayam di atas puji-pujian orang Israel.
4 Kepada-Mu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan Engkau meluputkan mereka.
5 Kepada-Mu mereka berseru-seru, dan mereka terluput; kepada-Mu mereka percaya, dan mereka tidak mendapat malu.
6 Tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh orang banyak.
7 Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya:
8 “Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?”
9 Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku.
10 Kepada-Mu aku diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku Engkaulah Allahku.
11 Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan telah dekat, dan tidak ada yang menolong.
12 Banyak lembu jantan mengerumuni aku; banteng-banteng dari Basan mengepung aku;
13 mereka mengangakan mulutnya terhadap aku seperti singa yang menerkam dan mengaum.
14 Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku;
15 kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku.
16 Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku.
17 Segala tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi aku.
18 Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.
19 Tetapi Engkau, TUHAN, janganlah jauh; ya kekuatanku, segeralah menolong aku!
20 Lepaskanlah aku dari pedang, dan nyawaku dari cengkeraman anjing.
21 Selamatkanlah aku dari mulut singa, dan dari tanduk banteng. Engkau telah menjawab aku!
22 Aku akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah:
23 kamu yang takut akan TUHAN, pujilah Dia, hai segenap anak cucu Yakub, muliakanlah Dia, dan gentarlah terhadap Dia, hai segenap anak cucu Israel!
24 Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang yang tertindas, dan Ia tidak menyembunyikan wajah-Nya kepada orang itu, dan Ia mendengar ketika orang itu berteriak minta tolong kepada-Nya.
25 Karena Engkau aku memuji-muji dalam jemaah yang besar; nazarku akan kubayar di depan mereka yang takut akan Dia.
26 Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya!
27 Segala ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada TUHAN; dan segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya.
28 Sebab Tuhanlah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa.
29 Ya, kepada-Nya akan sujud menyembah semua orang sombong di bumi, di hadapan-Nya akan berlutut semua orang yang turun ke dalam debu, dan orang yang tidak dapat menyambung hidup.
30 Anak-anak cucu akan beribadah kepada-Nya, dan akan menceritakan tentang TUHAN kepada angkatan yang akan datang.
31 Mereka akan memberitakan keadilan-Nya kepada bangsa yang akan lahir nanti, sebab Ia telah melakukannya.
Bagi umat Yahudi, kalau seseorang memulai kalimat
pertama dari Mazmur, maka berarti orang bermaksud untuk menyelesaikannya. Dan
dalam kondisi tersalib, sungguh tidak mungkin untuk menyelesaikan pengucapan
keseluruhan Mazmur tersebut. Ini berarti, bahwa kalimat pertama dari Mazmur 22
harus dimengerti dalam konteks keseluruhan, yaitu untuk mempercayai dan menggantungkan
segala sesuatunya ke dalam tangan Bapa, yang pada akhirnya akan membawa
kemuliaan, di mana seluruh ujung bumi akan mengingat dan berbalik kepada Tuhan
(lih. Mzm 22:27). Ini adalah suatu pengajaran dari Kristus yang harus diikuti
oleh seluruh murid Kristus tentang bagaimana menaruh pengharapan di dalam Tuhan
dalam kondisi apapun. Cara dan sikap dalam menghadapi penderitaan adalah salah
satu perbedaan antara orang yang mengenal Kristus dan yang tidak mengenal
Kristus. Bahkan rasul Paulus mengatakan “3 Dan bukan hanya itu saja. Kita
malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa
kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, 4 dan ketekunan menimbulkan tahan
uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. 5 Dan pengharapan tidak
mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh
Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Rom 5:3-5)
Kalau seseorang menjadi murid Kristus, maka dia akan
mengikuti apa yang dilakukan oleh Kristus, termasuk adalah cara menghadapi permasalahan
dan penderitaan. Karena dengan penderitaan-Nya, Kristus dapat memenangkan
belenggu dosa, maka dengan menyatukan segala penderitaan kita dengan Kristus,
kita akan memperoleh kemenangan, yaitu kemenangan yang menyelamatkan, yang
mengantar kita pada kehidupan kekal. Kuncinya adalah menghadapi
permasalahan dengan terus bertekun dalam doa yang didasarkan iman, pengharapan
dan kasih, seperti yang dilakukan oleh Kristus.
Mungkin ada yang bertanya, kalau Yesus memang Tuhan,
mengapa pada saat disalib, Dia berdoa? Sebenarnya, Yesus berdoa tidak hanya
terbatas pada waktu Yesus disalib, namun Yesus berdoa dalam berbagai kesempatan
(lih. Mt 16:23; Mt 26:36; Mk 14:32; Lk 3:21; 6:12;Lk 9:18, 28; Lk 11:1-2; Lk
18:1). Santo Thomas Aquinas membahas tentang definisi doa, dimana dia
mengatakan bahwa doa adalah membuka keinginan kita kepada Tuhan, sehingga Dia
dapat memenuhinya.”[2] Karena di dalam Kristus (satu pribadi) ada dua
kehendak, yaitu kehendak manusia dan kehendak Tuhan, maka menjadi hal yang
wajar, kalau Yesus berdoa karena Dia mempunyai kodrat manusia. Sama seperti
kita sebagai orang beriman, kita menyatakan keinginan/ kehendak kita di hadapan
Allah.
Alasan kedua adalah Yesus berdoa untuk kepentingan
manusia. Yesus dapat saja berdoa dalam hati, namun Dia ingin menunjukkan kepada
kita bagaimana seharusnya sebagai manusia kita berdoa, yaitu bahwa kita harus
senantiasa tunduk kepada kehendak Allah Bapa, meskipun di dalam situasi yang
paling sulit sekalipun.
Yesus berdoa tanpa henti, untuk mengajar
manusia senantiasa berdoa di dalam segala kesempatan tanpa henti (lih. Mt
16:23; Mt 26:36; Mk 14:32; Lk 3:21; 6:12;Lk 9:18, 28; Lk 11:1-2; Lk 18:1).
Yesus mengajarkan kepada manusia bahwa di dalam doa
yang terpenting adalah untuk mengikuti kehendak Tuhan, seperti yang
dikatakan-Nya dalam doa-Nya di Taman Getsemani, dimana Dia berkata “”Ya Abba,
ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku,
tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.”
(lih. Mt 26:36; Mk 14:32-36).
Yesus mengajarkan doa yang sempurna, yaitu doa
Bapa Kami, yang terdiri dari tujuh petisi (lih. Mt 6:9-13).
Yesus menunjukkan bahwa di dalam setiap percobaan,
maka Tuhanlah yang menjadi kekuatan dalam doa, seperti yang ditunjukkan
oleh Yesus di dalam drama penyaliban (Mt 27:46; Mk 15:34; Lk 23:46).
Yesus juga mengajarkan pentingnya untuk mengampuni
orang yang bersalah kepada kita, seperti yang ditunjukkan oleh Yesus dengan
berdoa “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka
perbuat.” (lih. Lk 23:34).
Dan masih begitu banyak contoh yang lain, yang
menyebabkan pengikut Kristus tahu bagaimana untuk berdoa, karena Tuhan sendiri
– melalui Kristus – yang menunjukkan kepada manusia bagaimana seharusnya
berdoa.
Dengan demikian, maka kita dapat melihat bahwa doa
Yesus di atas kayu salib sungguh merupakan doa yang berpengharapan yang
menyelamatkan dan memberikan contoh bagi seluruh umat beriman.
Contoh apalagi yang ingin diberikan oleh Kristus
sebelum dia menghembuskan nafas-Nya yang terakhir ketika Dia mengatakan “Aku
haus!“? Dikatakan di ayat Yoh 19:28 bahwa perkataan Yesus “Aku Haus” adalah
untuk memenuhi nubuat di dalam Kitab Suci. Ini adalah pemenuhan dari Mzm 69:21
yang mengatakan “… dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur
asam.” Dengan demikian, pernyataan Yesus merupakan penegasan bahwa Yesus
yang tersaliblah yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama.
Memang dalam kodrat-Nya sebagai manusia, Yesus
mengalami penderitaan dan kehausan yang begitu sangat. Namun, kehausan dalam
kapasitas yang lebih dalam adalah kehausan untuk meyelamatkan jiwa-jiwa. Ini
adalah drama pencarian Tuhan akan manusia. Drama di mana Tuhan yang dari Sorga
turun ke dunia untuk menjangkau jiwa-jiwa yang tercerai berai. Kehausan ini
mengingatkan kita akan permintaan Yesus kepada wanita Samaria “Berilah Aku
minum” (Yoh 4:7). Dan percakapan ini pada akhirnya membawa keselamatan
kepada wanita Samaria dan juga orang-orang di kota tersebut. Keselamatan wanita
Samaria dan orang-orang di kota tersebut tidaklah cukup bagi Yesus, sehingga di
atas kayu salib, Dia tetap merasa kehausan, karena Dia ingin menjangkau seluruh
umat manusia, ingin menemukan dan mengantar seluruh umat manusia pada
keselamatan dan pengetahuan akan kebenaran (lih. 1Tim 2:4)
Karena Tuhan senantiasa dalam pencarian akan manusia,
maka sejak dari Perjanjian Lama dikatakan “13 apabila kamu mencari Aku, kamu
akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, 14
Aku akan memberi kamu menemukan Aku” (Yer 29:13-14) Inilah sebabnya ketika
seseorang menyadari bahwa dia memerlukan Tuhan, ketika seseorang melihat
penderitaan dalam kacamata iman, ketika seseorang menerima penderitaan dengan
tabah, ketika seseorang mau menyangkal dirinya dan memikul salibnya dan
mengikuti Kristus, maka Tuhanlah yang sebenarnya menjadi penggerak utama dari
semuanya itu. Dalam drama penyaliban, terutama perkataan Yesus bahwa Dia haus,
kita menyaksikan akan drama tentang Tuhan yang sungguh mencintai manusia dengan
sehabis-habisnya. Bagaimana tanggapan manusia? Bagaimana tanggapan kita?
Setelah prajurit memberikan bunga karang yang telah
dicelupkan pada anggur asam, lalu Yesus meminumnya dan berkata “sudah
selesai” (lih. Yoh 19:30). Kita dapat melihat adanya tiga hal yang
berkaitan dengan “sudah selesai”. Di dalam Kitab Kejadian, setelah Tuhan
menyelesaikan penciptaan, maka pada hari ke tujuh, Dia mengatakan “Ketika
Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan (finished His
work) yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan
yang telah dibuat-Nya itu. ” (Kej 2:2) Dan Kitab Wahyu menuliskan “Semuanya
telah terjadi (it is done). Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan
Yang Akhir. Orang yang haus akan Kuberi minum dengan cuma-cuma dari mata air
kehidupan.” Ini berarti, penciptan dunia dan kemenangan di Sorga hanya
dapat terjadi kalau pekerjaan yang dilakukan Yesus telah selesai. Dan dalam
konteks inilah Yesus mengatakan “sudah selesai” untuk menyatakan bahwa
Dia telah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Bapa dengan sempurna,
bukan dengan keputusasaan dan kegetiran, namun dengan dasar kasih yang
sempurna. Inilah yang membuat persembahan Kristus di kayu salib dapat
menyenangkan hati Bapa – yaitu karena didasarkan kasih yang sempurna.
Ini juga yang seharusnya mendorong kita dalam
perjalanan kehidupan kita. Sama seperti Rasul Paulus, kita juga ingin berlari
ke tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan Sorgawi dari Allah dalam
Kristus Yesus (lih. Flp 3:14).
Kata yang terakhir dari Yesus setelah mengatakan “sudah
selesai” adalah “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku“.
Dalam satu kalimat ini, kita dapat melihat hubungan yang sungguh dalam dan tak
terpisahkan antara Bapa dan Putera. Bapa begitu mencintai manusia, sehingga Dia
mengutus Putera-Nya yang tunggal untuk menebus dosa dan menyelamatkan manusia
(lih. Yoh 3:16). Kristus datang ke dunia dan senantiasa melaksanakan kehendak
Bapa. Dari umur duabelas tahun, Kristus telah mengatakan bahwa Dia harus berada
di dalam rumah Bapa-Nya (Luk 2:49). Dalam seluruh karya-Nya, Kristus senantiasa
melakukan apa yang berkenan kepada Bapa (lih. Yoh 8:29). Sampai pada akhirnya,
Kristus menyerahkan nyawaNya ke dalam tangan Bapa (lih. Luk 23:46). Dengan
kebebasan-Nya, Kristus melakukan kehendak Bapa.
Bagaimana dengan kita? Bagaimana kita menggunakan
kebebasan kita? Orang sering salah dalam mengartikan kebebasan. Orang sering
mengartikan kebebasan sebagai “kebebasan dari / freedom from” dan
bukan “kebebasan untuk / freedom for“. Kebebasan yang lebih menekankan
“kebebasan dari” merupakan ekspresi akan keinginan yang terbebas dari hal-hal
yang dianggap mengikatnya, termasuk tanggung jawab. Orang yang menginginkan
kebebasan untuk minum minuman keras tanpa mau dibatasi jumlahnya, cepat atau
lambat akan menemukan bahwa dirinya tidak lagi bebas. Dia akan terikat akan
minuman keras, dan tidak lagi mempunyai kebebasan untuk mengatakan tidak
terhadap minuman keras. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa mengumbar
kebebasan tanpa adanya batasan yang jelas dapat membuat manusia menjadi tidak
bebas lagi. Katekismus Gereja Katolik mendefinisikan kebebasan sebagai berikut:
KGK, 1731. Kebebasan adalah kemampuan yang berakar dalam akal
budi dan kehendak, untuk bertindak atau tidak bertindak, untuk melakukan
ini atau itu, supaya dari dirinya sendiri melakukan perbuatan dengan
sadar. Dengan kehendak bebas, tiap orang dapat menentukan diri sendiri.
Dengan kebebasannya, manusia harus tumbuh dan menjadi matang dalam kebenaran
dan kebaikan. Kebebasan itu baru mencapai kesempurnaannya apabila
diarahkan kepada Allah, kebahagiaan kita.
Dari definisi di atas, kita dapat melihat bahwa
kebebasan seharusnya juga dibarengi dengan kebenaran (truth) dan
kebaikan (good). Tanpa dibarengi dengan kebenaran dan kebaikan, maka
kebenaran akan menjadi suatu tindakan yang tidak bertanggungjawab. Semakin
tinggi kebenaran dan kebaikan itu, maka kebebasan itu akan semakin membebaskan.
Karena tidak ada kebenaran dan kebaikan yang lebih tinggi dari Tuhan -
sebab Tuhan adalah kebaikan dan kebenaran itu sendiri – maka kebebasan sejati
adalah kebebasan yang didasarkan atas ketentuan dari Tuhan. Kristus sendiri,
sebagai jalan, kebenaran dan hidup (lih. Yoh 14:6) telah mengatakan bahwa
kebenaran akan membebaskan (lih. Yoh 8:32). Dengan demikian, dalam kata yang
terakhir di kayu salib, Kristus telah menunjukkan bahwa Dia secara bebas
menjalankan kehendak Bapa dan secara bebas memberikan nyawa-Nya untuk Bapa.
Inilah kebebasan yang sejati.
Paus Yohanes Paulus II dalam suratnya kepada kaum muda
seluruh dunia pada tahun 1985 mengatakan “And in this sphere Christ’s words:
“You will know the truth, and the truth will make you free”, become an
essential programme. Young people, one might say, have an inborn “sense of
truth”. And truth must be used for freedom: young people also have a
spontaneous “desire for freedom”. And what does it mean to be free? It means to
know how to use one’s freedom in truth-to be “truly” free. To be truly free
does not at all mean doing everything that pleases me, or doing what I want to
do. Freedom contains in itself the criterion of truth, the discipline of truth.
To be truly free means to use one’s own freedom for what is a true good.
Continuing therefore: to be truly free means to be a person of upright
conscience, to be responsible, to be a person “for others”.[3]
Mari, dalam Pekan Suci ini, kita merenungkan sejauh
mana kita telah menggunakan kebebasan kita. Apakah kita telah menggunakan
kebebasan kita dengan bertanggungjawab berdasarkan kebenaran dan kebaikan,
sehingga dapat mengarahkan kita kepada keselamatan diri kita maupun membantu
keselamatan orang-orang di sekitar kita? Jika kita telah mati dari dosa kita –
karena Sakramen Baptis – yang kita terima, dan membuat kita dapat bangkit
bersama Kristus, maka kita juga harus mengikuti teladan Kristus. Kita dapat
menyerahkan kebebasan kita kepada Tuhan sehingga kita dapat semakin bebas untuk
melaksanakan seluruh perintah Tuhan.
Dari pemaparan di atas, kita dapat melihat bahwa tujuh
pesan terakhir Yesus sungguh penuh makna yang mendalam. Kalau kita terus
merenungkan pesan-pesan ini sepanjang Pekan suci ini, maka kita akan semakin
menghargai pengorbanan Yesus. Apapun kondisi kita, di Pekan suci ini, Kristus
menawarkan pengampunan kepada kita semua. Bagi yang berdosa berat, segeralah
mengaku dosa dan bagi yang berjuang dalam kekudusan, teruslah berfokus pada
tujuan akhir. Yesus menginginkan agar semua manusia dapat sampai pada tujuan
akhir, yaitu Sorga. Tidak ada kata terlambat. Sejauh kita masih hidup dan bertobat,
sama seperti pencuri yang disalibkan di sisi kanan Yesus, maka Kristus akan
memberikan janji yang sama, yaitu keselamatan kekal.
Demikian pula, Kristus menyerahkan Bunda-Nya menjadi
Bunda segenap umat beriman, agar kita dapat memohon dukungan doanya agar dapat
sampai kepada keselamatan. Tujuan akhir ini juga harus dihadapi dengan
pengharapan akan Allah, sehingga pencobaan dan penderitaan tidak menjadikan
kita perputus asa. Dalam perjalanan kita menuju Sorga, kita juga harus
mempunyai semangat untuk membawa orang-orang di sekitar kita untuk memperoleh
pengetahuan akan kebenaran. Dan ini harus kita lakukan sampai akhir hidup kita,
sampai tugas kita selesai dan sampai kita menyerahkan nyawa kita ke dalam
tangan Bapa. Dengan menjalankan pesan Kristus ini, maka kita dapat mencapai
tujuan akhir dengan selamat.
Semoga Trihari Suci membawa kita pada permenungan yang
lebih mendalam akan misteri Paskah Kristus.
Catatan: Artikel ini dipakai untuk pendalaman Kitab Suci di Paroki
Regina Caeli – Pantai Indah Kapuk, tanggal 20 April 2011.
CATATAN
KAKI:
- Fulton J. Sheen, Seven Words of Jesus and Mary: Lessons on Cana and Calvary (Missouri: Triumph Books, 2001), p.32 [↩]
- St. Thomas Aquinas, Summa Theology, q. II-II, 83, a.1-2 [↩]
- Pope John Paul II, Dilecti Amici, 13 [↩]
Ditulis
oleh: Stefanus Tay
Stefanus Tay telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat.
Stefanus Tay telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat.
0 Response to "Tujuh (7) Pesan Terakhir YESUS di Kayu Salib"
Post a Comment