PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang
:
a. bahwa pendidikan harus mampu menjawab berbagai tantangan sesuai dengan tuntutan dan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan internasional, maka pendidikan diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk mewujudkan pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan sebagai satu sistem pendidikan;
b. bahwa pendidikan harus mampu mewujudkan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang representatif dalam pergaulan dunia, untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu bersaing pada taraf nasional dan internasional;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan pendidikan merupakan urusan wajib yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah, maka perlu pengaturan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Sistem Pendidikan. Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);
3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3878);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
5. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132);
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 4168, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
12. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
15. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
16. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4276);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4609);
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
24. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1989 Nomor 72);
25. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1991 Nomor 23);
26. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 23);
27. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 66);
28. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota jakarta Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 92);
29. Peraturah Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 72);
30. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2005 Nomor 23).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
dan
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG SISTEM PENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan:
1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
2. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta.
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Gubernur adalah Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
5. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kotamadya dan Kabupaten Administrasi, Kecamatan, dan Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.
6. Dinas adalah Perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
7. Kantor Wilayah Departemen Agama yang selanjutnya disebut Kanwil Departemen Agama adalah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta.
8. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembang-kan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, yang diselenggarakan di Provinsi DKI Jakarta.
9. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
10. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
11. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
12. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
13. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
14. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
15. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengag Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentukk lain yang sederajat.
16. Pendidikan tinggi adalah pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
17. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
18. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
19. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
20. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan standar pendidikan nasional yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
21. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
22. Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
23. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
24. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menguasai, memahami, dan mengamalkan ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
25. Pendidikan berbasis Daerah adalah satuan pendidikan dasar dan menengah yang menyelenggarakan pendidikan dengan acuan kurikulum yang menunjang upaya pengembangan potensi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Jakarta sebagai daerah dan/atau sebagai ibukota negara Republik Indonesia.
26. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan ber-dasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
27. Taman Penitipan Anak yang selanjutnya disebut TPA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, program pengasuhan anak, dan program pendidikan anak sejak lahir sampai dengan berusia 6 (enam) tahun.
28. Kelompok bermain yang selanjutnya disebut KB adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan dan program kesejahteraan bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun.
29. Taman kanak-kanak selanjutnya disebut TK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
30. Raudhatul Athfal selanjutnya disebut RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut BA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan agama Islam bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
31. Taman Kanak-Kanak Al Qur'an yang selanjutnya disebut TKQ adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
32. Sekolah Dasar yang selanjutnya disebut SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
33. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar di dalam binaan Departemen Agama.
34. Taman Pendidikan Al Qur'an yang selanjutnya disebut TPQ adalah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 7 (tujuh) tahun keatas.
35. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disebut SMP adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat.
36. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
37. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disebut SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
38. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disebut SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
39. Sekolah Luar Biasa yang selanjutnya disebut SLB adalah pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus, bersifat segregatif dan terdiri atas Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa (MTsLB), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), dan Madrasah Aliyah Luar Biasa (MALB).
40. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disebut MA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
41. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
42. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang selanjutnya disebut PKBM adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal.
43. Majelis Taklim adalah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam pada warga masyarakat.
44. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
45. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
46. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penerap-an mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyeleng-garaan pendidikan.
47. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria atau standar yang telah ditetapkan.
48. Sistem Informasi Pendidikan adalah layanan informasi yang menyajikan data kependidikan meliputi lembaga pendidikan, kurikulum, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan kebijakan pemerintah, pemerintah daerah serta peranserta masyarakat yang dapat diakses oleh berbagai pihak yang memerlukan.
49. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
50. Standar pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan pendidikan, yang berlaku dan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
51. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan.
52. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen-komponen sistem pendidikan pada satuan/program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
53. Pengelola pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
54. Pengelolaan pendidikan adalah proses pengaturan tentang kewenangan dan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan satuan pendidikan agar pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
55. Pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi.
56. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
57. Peserta didik adalah warga masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
58. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah pegawai tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
59. Pegawai Non-PNS yang selanjutnya disebut Non-PNS adalah pengawai tidak tetap yang diangkat oleh satuan pendidikan atau badan hukum penyelenggara pendidikan atau Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan perjanjian kerja.
60. Wajib belajar adalah peserta didik yang mengikuti program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga masyarakat atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
61. Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
62. Badan Akreditasi Provinsi Pendidikan Non-Formal adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
63. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan terdiri dari Dewan Pendidikan Provinsi dan Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten.
64. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah atau madrasah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
65. Kepala Sekolah/Madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala satuan pendidikan.
66. Warga masyarakat adalah penduduk DKI Jakarta, penduduk luar DKI Jakarta, dan warga negara asing yang tinggal di DKI Jakarta.
67. Masyarakat adalah kelompok warga masyarakat non pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
68. Budaya membaca adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk membaca buku atau bacaan lain yang bermanfaat bagi kehidupan.
69. Budaya belajar adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk belajar guna meningkatkan pengetahuan.
70. Budaya belajar di luar jam sekolah adalah kebiasaan warga belajar menggunakan sebagian waktunya sehari-hari pada hari efektif sekolah secara tepat guna untuk belajar di luar jam sekolah.
BAB II
FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak warga masyarakat yang cerdas dan bermartabat untuk mewujudkan kehidupan yang beradab, bertujuan mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, mampu bersaing pada taraf nasional dan internasional serta menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawab.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 3
(1) Pendidikan diselenggarakan secara profesional, transparan dan akuntabel serta menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu proses pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya lokal dan kebhinekaan.
(5) Pendidikan diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan, menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi keteladanan.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca dan belajar bagi segenap warga masyarakat.
(7) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintahan daerah dan masyarakat serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperanserta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Warga Masyarakat
Pasal 4
(1) Setiap warga masyarakat berhak memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat.
(3) Warga masyarakat yang memiliki kelainan fisik, mental, emosional, dan mengalami hambatan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(4) Warga masyarakat yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mendapatkan pendidikan khusus.
(5) Warga masyarakat di wilayah terpencil dan/atau mengalami bencana alam dan/atau bencana sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(6) Warga masyarakat berperanserta dalam penguasaan, pemanfaatan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi, keluarga, bangsa, dan umat manusia.
Pasal 5
(1) Warga masyarakat yang berusia 7 (tujuh) sampai 18 (delapan belas) tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan menengah sampai tamat.
(2) Warga masyarakat memberikan dukungan sumber daya pendidikan untuk kelangsungan penyelenggaraan pendidikan.
(3) Warga masyarakat berkewajiban menciptakan dan mendukung terlaksananya budaya membaca dan budaya belajar di lingkungannya.
Bagian Kedua
Orangtua
Pasal 6
Orangtua berhak berperanserta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi perkembangan pendidikan anaknya.
Pasal 7
(1) Orangtua berkewajiban memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anaknya untuk memperoleh pendidikan.
(2) Orangtua berkewajiban memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya.
(3) Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya serta menetapkan waktu belajar setiap hari di rumah bagi anaknya dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00 WIB.
(4) Orangtua berkewajiban atas biaya untuk kelangsungan pendidikan anaknya sesuai kemampuan, kecuali bagi orangtua yang tidak mampu dibebaskan dari kewajiban tersebut dan menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga
Masyarakat
Pasal 8
(1) Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Keempat
Peserta Didik
Pasal 10
(1) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
(2) Setiap peserta didik yang memiliki kelebihan kecerdasan berhak mendapatkan kesempatan program akselerasi.
(3) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dan pembelajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, dan kemampuannya.
(4) Peserta didik yang berprestasi dan/atau yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikan berhak mendapatkan beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat.
(5) Setiap peserta didik berhak memperoleh penilaian hasil belajarnya.
(6) Setiap peserta didik berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektual dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 11
(1) Setiap peserta didik berkewajiban menyelesaikan program pendidikan sesuai kecepatan belajarnya dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
(3) Setiap peserta didik berkewajiban belajar setiap hari efektif sekolah di rumah dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00.
(4) Setiap peserta didik berkewajiban memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Setiap peserta didik berkewajiban mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Paragraf 1 Pendidik
Pasal 12
Pendidik terdiri dari guru, tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
(1) Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam melaksanakan tugas berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugasnya;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2) Dalam melaksanakan tugas guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran termasuk pelaksanaan belajar yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. memberikan tauladan dan menjaga nama baik lembaga dan profesi;
c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. memotivasi peserta didik melaksanakan waktu belajar di luar jam sekolah;
e. memberikan keteladanan dan menciptakan budaya membaca dan budaya belajar;
f. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
g. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, kode etik guru serta nilai- nilai agama, dan etika;
h. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 14
(1) Tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam melaksanakan tugas berhak:
a. memperoleh penghasilan sesuai kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial berdasarkan status kepegawaian dan beban tugas serta prestasi kerja;
b. memperoleh penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh pembinaan, pendidikan dan pelatihan sebagai pendidik pendidikan nonformal dari pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga pendidikan nonformal;
d. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas;
e. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya;
(2) Dalam melaksanakan tugas Tutor, Pamong Belajar, Instruktur, Fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya berkewajiban :
a. menyusun rencana pembelajaran;
b. melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum, sarana belajar, media pembelajaran, bahan ajar, maupun metode pembelajaran yang sesuai;
c. mengevaluasi hasil belajar peserta didik;
d. menganalisis hasil evaluasi belajar peserta didik;
e. melaksanakan fungsi sebagai fasilitator dalam kegiatan pendidikan nonformal;
f. mengembangkan model pembelajaran pada pendidikan nonformal;
g. melaporkan kemajuan belajar.
Paragraf 2
Tenaga Kependidikan
Pasal 15
(1) Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
(2) Tenaga kependidikan berhak mendapatkan:
a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang layak dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
(3) Tenaga kependidikan berkewajiban:
a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dialogis, inovatif, dan bermartabat;
b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;
c. memberikan tauladan dan menjaga nama baik lembaga dan profesi;
d. memberikan keteladan dan menciptakan budaya membaca dan budaya belajar;
e. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pemerintah Daerah
Pasal 16
Pemerintah Daerah wajib:
a. mengatur, menyelenggarakan, mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan;
b. menetapkan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah;
c. menetapkan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;
d. memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin pendidikan yang bermutu bagi warga masyarakat tanpa diskriminasi;
e. menyediakan dana guna penuntasan wajib belajar 9 tahun.
f. menyediakan dana guna terselenggaranya wajib belajar 12 tahun khususnya bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu dan anak terlantar;
g. pemberian beasiswa atas prestasi atau kecerdasan yang dimiliki peserta didik;
h. memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk memperoleh pendidikan;
i. memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
j. memfasilitasi tersedianya pusat-pusat bacaan bagi masyarakat, sekurang- kurangnya satu di setiap Rukun Warga (RW);
k. mendorong dan mengawasi pelaksanaan kegiatan jam wajib belajar peserta didik di rumah;
l. mendorong pelaksanaan budaya membaca dan budaya belajar;
m. membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat;
n. menumbuhkembangkan sumber daya pendidikan secara terus menerus untuk terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
o. memfasilitasi sarana dan prasarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pendidikan yang bermutu;
p. memberikan dukungan kepada perguruan tinggi dalam rangka kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
q. menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan;
r. mendorong dunia usaha/dunia industri untuk berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB V
JALUR, JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
(3) Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat, dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar;
c. pendidikan menengah;
d. pendidikan tinggi;
e. pendidikan nonformal;
f. pendidikan informal;
g. pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah;
h. pendidikan khusus dan layanan khusus;
i. pendidikan jarak jauh;
j. pendidikan keagamaan.
Bagian Kedua
Pendidikan anak usia dini
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 19
(1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan,dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahapan perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
(2) Pendidikan anak usia dini bertujuan:
a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawab;
b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 20
(1) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(2) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi TK, RA, BA, atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi KB, TPA, TKQ atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang dilaksanakan masyarakat setempat.
(5) Jenis pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pendidikan umum, keagamaan dan khusus.
Pasal 21
Penyelenggaraan pendidikan pada TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat memiliki program pembelajaran satu tahun atau dua tahun.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 22
(1) Peserta didik TPA atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak lahir sampai berusia 6 (enam) tahun.
(2) Peserta didik KB atau bentuk lain yang sederajat berusia 2 (dua) tahun sampai 4 (empat) tahun.
(3) Peserta didik TKQ atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak 4 (empat) tahun sampai 6 (enam) tahun.
(4) Peserta didik TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat berusia antara 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Pasal 23
Pengelompokan peserta didik untuk program pendidikan pada TPA, KB atau bentuk lain yang sederajat disesuaikan dengan kebutuhan, usia dan/atau perkembangan anak.
Pasal 24
Peserta didik pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal maupun nonformal dapat pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 24 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga Pendidikan Dasar Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 26
(1) Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap, dan rasa keindahan, serta memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif,
inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga masyarakat yang demokratis serta bertanggung jawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 27
(1) Pendidikan Dasar diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.
(2) Bentuk satuan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat serta SMP, MTs atau bentuk lain yang sederajat.
(3) SD dan MI terdiri atas 6 (enam) tingkat, SMP dan MTs terdiri atas 3 (tiga) tingkat kecuali program akselerasi.
(4) Jenis pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa pendidikan umum, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 28
(1) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat dapat berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun
(2) Bagi peserta didik yang berusia kurang dari 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud ayat (1), dapat diterima setelah memperoleh rekomendasi tertulis dari psikolog.
(3) Peserta didik pada SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat adalah lulusan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat dapat pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang setara.
(5) Peserta didik yang belajar secara mandiri dapat pindah ke SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat setelah melalui tes penempatan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
(6) Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang pendidikan dasar dapat pindah ke SD, MI, SMP, atau MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 29 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Pendidikan Menengah
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 31
(1) Pendidikan menengah umum berfungsi menyiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup di masyarakat.
(2) Pendidikan menengah kejuruan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi manusia produktif dan mampu bekerja mandiri, terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu sesuai persyaratan pasar kerja.
Pasal 32
(1) Pendidikan menengah bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut atau bekerja dalam bidang tertentu.
(2) Pendidikan menengah umum bertujuan untuk membentuk manusia berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, hidup sehat, memperluas pengetahuan dan seni, memiliki keahlian dan keterampilan, menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawab serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
(3) Pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk membentuk manusia berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki sikap wirausaha dan memberikan bekal kompetensi keahlian kejuruan kepada peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 33
(1) Pendidikan Menengah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.
(2) Pendidikan Menengah berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(3) SMA dan MA dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di Pendidikan Tinggi dan hidup di dalam masyarakat.
(4) SMA dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkat, kecuali program akselerasi dan untuk SMK dan MAK dapat ditambah satu tingkat.
(5) Jenis Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Pasal 34
(1) Penjurusan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang keahlian.
(2) Setiap bidang keahlian terdiri atas 1 (satu) atau lebih program keahlian.
(3) Pengembangan jenis program keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di dasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia usaha ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk program keahlian yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya.
(4) Penataan dan pengembangan spektrum program keahlian dilaksanakan Pemerintah Daerah setelah mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders).
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 35
Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat adalah warga masyarakat yang telah lulus dari SMP, MTs, Paket B, atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
(1) Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat dapat pindah program keahlian pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara sesuai dengan persyaratan.
(2) Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang Pendidikan Menengah berhak pindah ke SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Menengah sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 sampai dengan pasal 36 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan Tinggi
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 38
(1) Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan melaksanakan dharma, meliputi :
a. pendidikan dengan cara mengajarkan, menyebarluaskan, dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat;
b. penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, serta memperkaya budaya untuk memperkuat daya saing dan jatidiri bangsa;
c. pengabdian kepada masyarakat untuk mendorong modernisasi dan perwujudan masyarakat madani sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan nilai-nilai luhur bangsa.
(2) Pendidikan tinggi bertujuan:
a. mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian unggul, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, memiliki wawasan kebangsaan, menghargai pluralisme dan hak-hak asasi manusia, peduli pada pelestarian lingkungan, berintegritas dan taat kepada hukum termasuk kesadaran membayar pajak dan sikap anti korupsi serta tidak tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia.
b. membentuk manusia yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik serta memiliki profesionalitas dan kemampuan kepemimpinan serta jiwa kewirausahaan untuk mendukung peningkatan daya saing bangsa.
Paragraf 2
Penyelenggaraan
Pasal 39
(1) Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi, dan pengangkatan tenaga akademik.
(3) Pemerintah Daerah memberikan pertimbangan pembukaan dan penutupan serta pembinaan dan penertiban penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemerintah Daerah dapat memberikan pembinaan dan maslahat tambahan terhadap dosen pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu penyelenggaran kegiatan ekstrakurikuler dan penelitian pendidikan tinggi yang relevan dengan kepentingan daerah.
(6) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa, penyelesaian tugas akhir bagi mahasiswa yang tidak mampu dan penyelesaian studi bagi mahasiswa yang berprestasi.
Bagian Keenam
Pendidikan Nonformal
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 40
(1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan, sikap wirausaha, dan kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Bentuk dan Program Pendidikan
Pasal 41
(1) Satuan pendidikan nonformal berbentuk:
a. lembaga kursus;
b. lembaga pelatihan;
c. kelompok belajar;
d. pusat kegiatan belajar masyarakat;
e. majelis taklim, dan
f. satuan pendidikan yang sejenis.
(2) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan kecakapan hidup untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, berusaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(3) Kelompok belajar menyelenggarakan kegiatan untuk menampung dan memenuhi kebutuhan belajar sekelompok warga masyarakat yang ingin belajar melalui jalur pendidikan nonformal.
(4) Pusat kegiatan belajar masyarakat memfasilitasi penyelenggaraan berbagai program pendidikan nonformal untuk mewujudkan masyarakat gemar belajar dalam rangka mengakomodasi kebutuhannya akan pendidikan sepanjang hayat, dan berasaskan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
(5) Majelis taklim menyelenggarakan pembelajaran agama Islam untuk memenuhi berbagai kebutuhan belajar masyarakat pada jalur pendidikan nonformal.
Pasal 42
Program pendidikan nonformal meliputi:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan anak usia dini;
c. pendidikan kepemudaan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan keaksaraan;
f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja;
g. pendidikan kesetaraan; serta
h. pendidikan lainnya
Pasal 43
(1) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a merupakan pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
(2) Pendidikan kecakapan hidup berfungsi meningkatkan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
(3) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program-program pendidikan nonformal lainnya dan/atau tersendiri.
Pasal 44
(1) Pendidikan kepemudaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa.
(2) Pendidikan kepemudaan berfungsi mengembangkan potensi pemuda dengan penekanan pada penguatan nilai keimanan dan ketakwaan, wawasan kebangsaan, etika dan kepribadian, estetika, ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap kewirausahaan, kepeloporan, serta kecakapan hidup bagi pemuda sebagai kader pemimpin bangsa.
(3) Pendidikan kepemudaan mencakup berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan di bidang keagamaan, etika dan kepribadian, wawasan kebangsaan, kepanduan/kepramukaan, seni dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan dan keolahragaan, kepeloporan, kepemimpinan, palang merah, pencinta alam dan lingkungan hidup, kecakapan hidup dan kewirausahaan.
Pasal 45
(1) Pendidikan pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d merupakan pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.
(2) Pendidikan pemberdayaan perempuan berfungsi meningkatkan kemampuan perempuan dalam pengembangan potensi diri, nilai, sikap, dan etika perempuan agar mampu memperoleh hak dasar kehidupan yang setara dan adil secara gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(3) Pendidikan pemberdayaan perempuan mencakup:
a. peningkatan akses pendidikan bagi perempuan;
b. pencegahan terhadap pelanggaran hak-hak dasar perempuan; dan
c. penyadaran terhadap harkat dan martabat perempuan.
Pasal 46
(1) Pendidikan keaksaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e merupakan pendidikan bagi warga masyarakat yang buta aksara agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia, dan berpengetahuan dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
(2) Pendidikan keaksaraan berfungsi memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Pendidikan keaksaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.
(4) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf f merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif.
(5) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja berfungsi untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif.
Pasal 48
(1) Pendidikan kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program Paket A, Paket B, dan Paket C.
(2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai layanan jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur pendidikan nonformal.
(3) Program Paket A berfungsi memberikan pendidikan umum setara SD/MI.
(4) Program Paket B berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMP/MTs.
(5) Program Paket C berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMA/MA.
(6) Pendidikan kesetaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 49
(1) Peserta didik pada lembaga pendidikan, lembaga kursus, dan lembaga pelatihan adalah warga masyarakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(2) Peserta didik pada kelompok belajar dan pusat kegiatan belajar masyarakat adalah warga masyarakat yang ingin belajar untuk mengembangkan diri, bekerja, dan/atau melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
(3) Peserta didik pada majelis taklim adalah masyarakat muslim yang ingin belajar dan mendalami ajaran Islam dan/atau untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kecakapan hidup.
(4) Peserta didik pada pendidikan kepemudaan adalah warga masyarakat pemuda.
(5) Peserta didik pada pendidikan keaksaraan adalah warga masyarakat usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum dapat membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
(6) Peserta didik pada Program Paket A adalah anggota masyarakat yang berminat menempuh pendidikan setara SD/MI.
(7) Peserta didik pada Program Paket B adalah anggota masyarakat yang telah lulus program Paket A, atau SD/MI atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMP/MTs.
(8) Peserta didik pada Program Paket C adalah anggota masyarakat yang telah lulus program Paket B, atau SMP/MTs atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMA/MA.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 49 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Informal
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 51
(1) Pendidikan Informal berfungsi sebagai upaya mengembangkan potensi warga masyarakat guna mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan informal bertujuan untuk memberikan keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Bentuk dan Program Pendidikan
Bentuk dan Kegiatan
Pasal 52
(1) Pendidikan informal dilakukan keluarga dan/atau lingkungan yang berbentuk kegiatan pembelajaran secara mandiri.
(2) Pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: pendidikan yang dilakukan melalui media massa, pendidikan masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial dan budaya, serta interaksi dengan alam.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 53
Peserta didik pada pendidikan informal adalah setiap warga masyarakat.
Paragraf 4
Pengakuan Hasil Pendidikan Informal
Pasal 54
(1) Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun nonformal setelah melalui ujian oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 55
(1) Pendidikan bertaraf internasional berfungsi sebagai sarana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas internasional.
(2) Pendidikan bertaraf internasional bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang berdaya saing global.
(3) Pendidikan berbasis keunggulan daerah berfungsi sebagai sarana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang mampu mengembangkan keunggulan daerah.
(4) Pendidikan berbasis keunggulan daerah bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang mampu menunjang pengembangan potensi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat kota.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan
Pasal 56
(1) Pendidikan bertaraf internasional diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan/atau nonformal.
(2) Pendidikan berbasis keunggulan daerah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal.
(3) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah pada jalur pendidikan formal berbentuk TK, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, dan MAK serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(4) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah nonformal berbentuk lembaga kursus, lembaga pelatihan serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(5) Pendidikan berbasis keunggulan daerah informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.
(6) Jenis pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Penyelenggaraan
Pasal 57
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
(2) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan berbasis keunggulan daerah.
(3) Masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan daerah.
(4) Pemerintah Daerah membimbing dan membantu masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengembangan satuan pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah.
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 59
(1) Pendidikan khusus berfungsi memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kendala fisik, emosional, mental, sosial dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang mengalami kendala fisik, emosional, mental dan sosial bertujuan untuk mengembangkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian seoptimal mungkin menuju kemandirian hidup.
(3) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan untuk mengembangkan kelebihan kualitas kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, dan bakat istimewa yang dimilikinya.
(4) Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik di pulau terpencil di kepulauan seribu, mengalami bencana alam, dan bencana sosial.
(5) Pendidikan layanan khusus bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan secara berkesinambungan.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan
Pasal 60
(1) Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.
(2) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki kendala fisik, emosional, mental, sosial berbentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dan/atau kelas inklusif sesuai dengan jenjang masing-masing.
(3) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Bentuk penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dalam bentuk kelas khusus dan/atau satuan pendidikan khusus.
(5) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa program percepatan, program pengayaan, atau gabungan program percepatan dan program pengayaan.
(6) Pendidikan khusus dan layanan khusus nonformal berbentuk lembaga kursus, kelompok belajar, lembaga pelatihan serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(7) Pendidikan khusus dan layanan khusus informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.
(8) Jenis pendidikan khusus dan layanan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 61
Peserta didik pada pendidikan khusus dan layanan khusus adalah warga masyarakat yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 59.
Paragraf 4 Penyelenggaraan
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 61 diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 63
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan jarak jauh sesuai dengan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Keagamaan
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 64
(1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi warga masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Paragraf 2
Jalur dan Bentuk Pendidikan
Pasal 65
Jalur dan bentuk pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Penyelenggaraan dan Pengelolaan
Pasal 66
(1) Penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan keagamaan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah daerah dapat memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VI
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 68
(1) Pengelolaan Pendidikan dilakukan oleh:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah;
c. Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
d. Satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
(2) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada:
a. Pemerataan akses pendidikan dan pencapaian standar minimal mutu layanan pendidikan;
b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan;
c. Peningkatan efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Pasal 69
(1) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 didasarkan pada program kerja dan anggaran tahunan yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun oleh Pemerintah Daerah didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
(3) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan/atau badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada rencana strategis masing-masing mengacu pada RPJMD dan RPJPD.
(4) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada rencana strategis masing-masing yang mengacu pada RPJMD dan RPJPD.
Bagian Kedua
Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah
Pasal 70
(1) Gubernur bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan di daerah dan menetapkan kebijakan daerah di bidang pendidikan sesuai dengan kewenangan.
(2) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan sekurang-kurangnya dalam:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD); dan
c. Peraturan Perundang-undangan daerah bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mengikat:
a. Semua Perangkat Daerah;
b. Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan;
c. Satuan pendidikan yang belum berbadan hukum;
d. Penyelenggara pendidikan formal, nonformal dan informal;
e. Dewan Pendidikan Provinsi;
f. Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
g. Pendidik dan tenaga kependidikan;
h. Komite sekolah atau nama lain yang sejenis;
i. Peserta didik;
j. Orangtua/wali peserta didik;
k. Masyarakat;
l. Pihak-pihak lain yang terkait dengan pendidikan.
Pasal 71
(1) Pemerintah Daerah mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi, mengkoordinasikan, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai dengan kebijakan nasional bidang pendidikan dan kebijakan daerah bidang pendidikan dalam kerangka pengelolaan sistem pendidikan nasional.
(2) Pemerintah Daerah bertanggung jawab:
a. menyelenggarakan sekurang-kurangnya Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Non Formal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah, Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus;
b. memfasilitasi penyelenggaraan Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, Menengah, Pendidikan Tinggi, Pendidikan Non-Formal, Pendidikan Informal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah,Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Keagamaan yang diselenggarakan masyarakat;
c. mengkoordinasikan penyelenggaraan pendidikan, pembinaan,pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, untuk pendidikan formal,nonformal dan informal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat;
d. membantu penyelenggaraan pendidikan di wilayah perbatasan;
e. menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun;
f. menuntaskan program buta aksara;
g. mendorong percepatan pencapaian target nasional bidang pendidikan didaerah;
h. mengkoordinasikan dan mensupervisi pengembangan kurikulum pendidikan;
i. mengevaluasi penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan jalur pendidikan nonformal untuk pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan;
j. mengembangkan dan melestarikan pendidikan seni budaya Betawi.
Pasal 72
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan penjaminan mutu satuan pendidikan dan/atau program pendidikan, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Pemerintah Daerah melaksanakan akreditasi terhadap satuan pendidikan dan/atau program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk melaksanakan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur membentuk badan akreditasi provinsi untuk pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Pasal 73
(1) Pemerintah Daerah mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan daerah secara online dan kompatible dengan sistem informasi pendidikan nasional yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup data dan informasi pendidikan pada semua jalur, jenjang, jenis, satuan, program pendidikan.
(3) Pemerintah daerah mendorong satuan pendidikan untuk mengembangkan dan melaksanakan Sistem Informasi Pendidikan sesuai dengan kewenangan.
(4) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirancang untuk menunjang pengambilan keputusan, kebijakan pendidikan yang dilakukan Pemerintah Daerah dan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan oleh Badan Hukum
Penyelenggara
Satuan Pendidikan Formal dan Pendidikan Nonformal
Pasal 74
(1) Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan formal dan/atau badan hukum penyelenggara pendidikan nonformal bertanggungjawab terhadap satuan dan/atau program pendidikan yang diselenggarakan.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menjamin ketersediaan sumber daya pendidikan secara teratur dan berkelanjutan bagi terselenggaranya pelayanan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan;
b. menjamin akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memenuhi syarat sampai batas daya tampung satuan pendidikan;
c. mensupervisi dan membantu satuan dan/atau program pendidikan yang diselenggarakannya dalam melakukan penjaminan mutu, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan, dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional;
d. memfasilitasi akreditasi satuan dan/atau program pendidikan oleh badan akreditasi sekolah/madrasah tingkat nasional/provinsi atau Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non-Formal dan/atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh Pemerintah;
e. tanggung jawab lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
f. membina, mengembangkan, dan mendayagunakan pendidik dan tenaga kependidikan yang berada di bawah binaan pengelola.
Bagian Keempat
Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan
Pasal 75
Pengelolaan oleh satuan pendidikan meliputi perencanaan program, pengembangan kurikulum, penyelenggaraan pembelajaran, pendayagunaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana dan prasarana, penilaian hasil belajar, pengendalian, pelaporan dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan lainnya sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah/satuan pendidikan nonformal.
Pasal 76
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
(3) Manajemen berbasis sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada prinsip kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal dan manajemen berbasis sekolah/madrasah mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
BAB VII
KURIKULUM
Pasal 77
(1) Kurikulum program kegiatan belajar pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan jarak jauh, dan pendidikan keagamaan mengacu standar nasional pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, pendidikan informal, pendidikan berbasis keunggulan daerah, dan pendidikan khusus dan layanan khusus menggunakan standar nasional pendidikan, potensi dan keunggulan lokal.
(3) Kurikulum pendidikan bertaraf internasional mengacu pada standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
Pasal 78
(1) Kurikulum pada satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan jalur pendidikan nonformal dapat dikembangkan dengan standar yang lebih tinggi dari standar nasional pendidikan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. berbasis kompetensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungan;
b. beragam dan terpadu;
c. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya;
d. relevan dengan kebutuhan kehidupan;
e. menyeluruh dan berkesinambungan;
f. belajar sepanjang hayat;
g. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan dan pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VIII
PENDIDIKAN LINTAS SATUAN DAN JALUR PENDIDIKAN
Pasal 79
(1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMSA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat:
a. pindah satuan atau program pendidikan;
b. mengambil program atau mata pelajaran pada jenis dan/atau jalur pendidikan yang sama, atau berbeda sesuai persayaratan akademik satuan pendidikan penerima.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perpindahan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur peraturan Gubernur.
Pasal 80
(1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat mengambil mata pelajaran atau program pendidikan pada satuan pendidikan nonformal yang terakreditasi untuk memenuhi ketentuan kurikulum pendidikan formal yang bersangkutan.
(2) Peserta didik pada satuan pendidikan nonformal dapat mengambil mata pelajaran atau program pendidikan pada satuan pendidikan formal untuk memenuhi beban belajar pendidikan nonformal yang bersangkutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan mata pelajaran atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh peraturan Gubernur.
BAB IX
BAHASA PENGANTAR
Pasal 81
(1) Bahasa pengantar dalam pendidikan menggunakan Bahasa Indonesia.
(2) Bahasa asing dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar selain Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan peserta didik.
BAB X
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum
Pasal 82
(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 merupakan tenaga profesional yang tugasnya merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisis, dan menindaklanjuti hasil pembelajaran.
(2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Bagian Kedua
Persyaratan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 83
(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal S1 atau D IV.
(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, meliputi:
a. kompetensi pedagogik,
b. kompetensi kepribadian,
c. kompetensi profesional, dan
d. kompetensi sosial.
(4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
(5) Ketentuan mengenai persyaratan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) diatur dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Bagian Ketiga
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 84
(1) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Gubernur dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan, dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tidak boleh diskriminasi.
(4) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilakukan Gubernur atas usulan Kepala Dinas.
(5) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 86
(1) Pemindahan tugas pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilaksanakan Kepala Dinas.
(2) Pemindahan tugas pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan mutu pendidikan.
Pasal 87
(1) Pemberhentian dengan hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar:
a. permohonan sendiri;
b. meninggal dunia;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. diangkat dalam jabatan lain.
(2) Pemberhentian tidak hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar:
a. hukuman jabatan;
b. akibat pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
c. melakukan perbuatan pelanggaran peraturan perundang-undangan;
d. menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Bagian Keempat
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 88
Penyelenggara satuan pendidikan wajib membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan.
(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, meliputi pendidikan dan pelatihan, kenaikan pangkat dan jabatan, didasarkan pada prestasi kerja dan disiplin.
(2) Pendidikan dan pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan dan profesionalisme.
Pasal 90
(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non PNS), dilaksanakan Kepala Dinas.
Pasal 91
(1) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah menjadi tanggung jawab Kepala Dinas.
(2) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat menjadi tanggung jawab penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Kesejahteraan
Pasal 92
Pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak memperoleh penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pasal 93
Kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial didasarkan pada perjanjian tertulis yang dibuat antara penyelenggara satuan pendidikan dengan pendidik dan/atau tenaga kependidikan bersangkutan.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan subsidi tunjangan fungsional kepada pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat.
(3) Dunia usaha dan Dunia Industri dapat membantu kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah daerah dan masyarakat.
Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dan 94 diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 96
(1) Penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan diberikan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan pada Negara, berjasa terhadap negara, karya luar biasa dan/atau meninggal dalam melaksanakan tugas.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan Pemerintah Daerah dan/atau dunia usaha dan/atau penyelenggara dan pengelola pendidikan berupa kenaikan pangkat, tanda jasa atau penghargaan lain.
(3) Selain bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat juga diberikan dalam bentuk piagam, bintang, lencana, dan uang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan kepada pendidik dan atau tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 97
(1) Perlindungan diberikan kepada setiap pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. perlindungan hukum yang mencakup terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakukan tidak adil dari peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat, aparatur, dan/atau pihak lain;
b. perlindungan profesi yang mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat dalam pelaksanaan tugas;
c. perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Bagian Kedelapan
Organisasi Profesi
Pasal 98
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat menjadi anggota organisasi profesi sebagai wadah yang bersifat mandiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mengganggu tugas dan tanggung jawab.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan kemampuan, profesionalitas, dan kesejahteraan.
(3) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi.
Bagian Kesembilan
Pendidik Warga Negara Asing
Pasal 99
(1) Untuk peningkatan mutu pendidikan, penyelenggara pendidikan dapat meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan/atau keahlian tertentu yang langka dan/atau sangat diperlukan sebagai pendidik.
(2) Pendidik warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM
Paragraf 1
Umum
Pasal 100
(1) Untuk dapat diangkat sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM, calon Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, selain memiliki standar kompetensi minimal dan kualifikasi, juga harus memenuhi persyaratan:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari dokter;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih, dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepolisian setempat;
e. memiliki komitmen untuk mewujudkan tujuan pendidikan;
f. memiliki kemampuan manajemen pendidikan;
g. memiliki pengalaman sebagai pendidik dan/atau membimbing sekurang- kurangnya 4 (empat) tahun sejak diangkat menjadi pendidik.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang akan mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus memenuhi persyaratan lain yang berlaku bagi PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Pemindahan dan Pemberhentian
Pasal 101
(1) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan Kepala PKBM yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Kepala Dinas.
(2) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Madrasah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang diselenggarakan Departemen Agama, dilakukan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama.
(3) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah/Madrasah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Tugas dan Tanggung Jawab
Pasal 102
(1) Kepala Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab, pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dibantu Wakil Kepala Sekolah/Madrasah.
(2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi, membina pendidik dan tenaga kependidikan, mendayagunakan serta memelihara sarana dan prasarana pendidikan.
(3) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawab atas pelaksanaan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun pada satuan pendidikan yang dipimpinnya.
(4) Kepala Sekolah/Madrasah mendorong terlaksananya jam wajib belajar di luar jam sekolah dan budaya membaca bagi peserta didik.
(5) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab secara periodik kepada Kepala Dinas atau Kepala Kanwil Departemen Agama.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata cara pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah/madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 103
(1) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang segala bentuk promosi barang dan/atau jasa di lingkungan sekolah/madrasah atau tempat belajar mengajar yang cenderung mengarah kepada komersialisasi pendidikan.
(2) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang kegiatan yang dianggap merusak citra sekolah/madrasah dan demoralisasi peserta didik.
Pasal 104
(1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib mewujudkan kawasan sekolah / madrasah/ PKBM yang bersih, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta dilarang merokok.
(2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib melarang dan mengawasi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan terhadap penggunaan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika serta psikotropika.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kawasan sekolah/madrasah/PKBM yang bersih, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta dilarang merokok, dan larangan dan pengawasan terhadap penggunaan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Asosiasi
Pasal 105
(1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM dapat membentuk asosiasi sebagai wadah yang bersifat mandiri.
(2) Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan, serta profesionalisme dalam penyelenggaraan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan asosiasi Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
PRASARANA DAN SARANA
Pasal 106
(1) Setiap penyelenggara satuan pendidikan wajib menyediakan prasarana dan sarana yang memadai untuk keperluan pendidikan sesuai pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2) Pengadaan prasarana dan sarana yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(3) Pendayagunaan prasarana dan sarana pendidikan sesuai tujuan dan fungsinya menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan.
Pasal 107
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan prasarana dan sarana pendidikan pada penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan/atau penyelenggara satuan pendidikan yang dikelola oleh Kantor Wilayah Departemen Agama.
(2) Gubernur menetapkan standar prasarana dan sarana minimal pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 108
(1) Gubernur dapat memberikan penghargaan atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau pelaku usaha yang memberikan bantuan prasarana dan sarana pendidikan.
(2) Pemberian penghargaan atau kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 109
(1) Prasarana pendidikan berupa bangunan gedung, wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai fungsinya.
(2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, izin mendirikan bangunan, dan izin penggunaan bangunan.
(3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan dan kelaikan bangunan gedung.
(4) Ketentuan persyaratan bangunan gedung pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 110
Penghapusan prasarana dan sarana pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI Bagian Kesatu Evaluasi
Pasal 111
(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 112
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilaksanakan pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal dilakukan Pemerintah Daerah dan/atau lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematis untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaporkan kepada Gubernur.
Pasal 113
(1) Lembaga mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2), dapat melakukan fungsinya setelah mendapatkan persetujuan Gubernur.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua Akreditasi
Pasal 114
(1) Gubernur membentuk Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal yang bertugas membantu pelaksanaan akreditasi yang menjadi kewenangan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal.
(2) Badan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melaksanakan akreditasi terhadap program keahlian, dan/atau satuan pendidikan sekolah/madrasah dan pendidikan nonformal.
(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara objektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria sesuai standar nasional pendidikan.
(4) Prosedur pelaksanaan akreditasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 115
Satuan pendidikan yang telah diakreditasi Badan Akreditasi, harus diinformasikan kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 116
(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan satuan pendidikan terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai standar nasional pendidikan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 117
(1) Satuan pendidikan dapat memperoleh sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional.
(2) Sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan luar negeri yang diakui Pemerintah.
BAB XIII
PENDANAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 118
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, berkelanjutan, transparan dan akuntabel.
(3) Penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan wajib mendayagunakan dana pendidikan, guna menjamin kelangsungan dan peningkatan mutu pendidikan.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 119
(1) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat bersumber dari Masyarakat, Anggaran Pendapatan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
(3) Dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat berdasarkan musyawarah dan sukarela pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pengalokasian Dana Pendidikan
Paragraf 1
Kewajiban
Pasal 120
(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain gaji pendidik, dan biaya pendidikan kedinasan.
(3) Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan dana darurat untuk mendanai keperluan mendesak dalam penyelenggaraan pendidikan yang diakibatkan peristiwa tertentu.
(4) Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan anggaran untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah dan/atau masyarakat dalam bentuk bantuan biaya pendidikan.
Pasal 121
Pemerintah Daerah wajib membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.
Paragraf 2
Beasiswa
Pasal 122
(1) Peserta didik dari keluarga kurang mampu berhak memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Peserta didik yang berprestasi dapat memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pemberian, persyaratan peserta didik dan pendistribusian beasiswa sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan peraturan Gubernur.
(4) Bagian Keempat Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 123
(1) Gubernur berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang berasal dari APBD maupun APBN.
(2) Gubernur dapat melimpahkan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Perangkat Daerah terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan pendidikan.
(3) Satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
(4) Satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat serta badan hukum penyelenggara satuan pendidikan berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
(5) Setiap pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XIV
PEMBUKAAN, PENAMBAHAN, PENGGABUNGAN,DAN PENUTUPAN
LEMBAGA PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 124
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Bagian Kedua
Pembukaan
Pasal 125
(1) Setiap pembukaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal, wajib memiliki izin penyelenggaraan pendidikan.
(2) Pembukaan satuan pendidikan tinggi wajib memiliki izin penyelenggaraan pendidikan dari Pemerintah setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur.
(3) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui tahapan:
a. izin prinsip penyelenggaraan pendidikan;
b. izin operasional penyelenggaraan pendidikan.
(4) Izin prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
(5) Izin operasional penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berlaku selama penyelenggaraan pendidikan berlangsung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat dipindahtangankan dengan cara dan/atau dalam bentuk apapun.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pembukaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Penambahan dan Penggabungan
Pasal 126
(1) Penambahan dan penggabungan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau program keahlian pada pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan nonformal dilakukan setelah memenuhi persyaratan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penambahan dan penggabungan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Penutupan
Pasal 127
(1) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat yang tidak memenuhi persyaratan dapat ditutup.
(2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditutup dilarang melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penutupan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan di Bawah Pembinaan Kanwil Departemen Agama
Pasal 128
Pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan di bawah pembinaan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.
Bagian Keenam
Lembaga Pendidikan Asing
Pasal 129
(1) Lembaga pendidikan asing dapat menyelenggarakan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan lembaga pendidikan asing, wajib memberikan pendidikan agama, bahasa Indonesia, kewarganegaraan dan muatan lokal bagi peserta didik.
(3) Lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan yang ada di daerah, dan harus mengikutsertakan pendidik dan tenaga kependidikan warga masyarakat.
Pasal 130
Satuan pendidikan yang diselenggarakan perwakilan negara asing yang berlokasi di luar wilayah kedutaan besar, pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
PENJAMINAN MUTU
Pasal 131
(1) Setiap satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.
(2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan.
(3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Pasal 132
Gubernur berkewajiban melakukan pembinaan penjaminan mutu satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal serta dapat bekerjasama dengan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
BAB XVI
PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum
Pasal 133
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peranserta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian penyelenggaraan pendidikan.
(4) Peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup partisipasi dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan yang dilaksanakan melalui dewan pendidikan provinsi dan kotamadya/kabupaten dan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal;
(5) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 134
(1) Peran serta perseorangan, keluarga dan kelompok sebagai sumber pendidikan dapat berupa kontribusi pendidik dan tenaga kependidikan, dana, prasarana dan sarana dalam penyelenggaraan pendidikan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan kepada satuan pendidikan.
(2) Peran serta organisasi profesi sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan tenaga ahli dalam bidangnya dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
(3) Peran serta pengusaha sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan fasilitas prasarana dan sarana pendidikan, dana, beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
(4) Peran serta organisasi kemasyarakatan sebagai sumber pendidikan dapat berupa pemberian beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
Pasal 135
(1) Peranserta perseorangan, keluarga atau kelompok sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa partisipasi dalam pengelolaan pendidikan.
(2) Peranserta organisasi profesi sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa pembentukan lembaga evaluasi dan/atau lembaga akreditasi mandiri.
(3) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pelaksana pendidikan berkewajiban menerima peserta didik dan/atau tenaga pendidik asal sekolah DKI Jakarta dalam pelaksanaan sistem magang, pendidikan sistem ganda, dan/atau kerjasama produksi dengan satuan pendidikan sebagai institusi pasangan.
(4) Peranserta organisasi kemasyarakatan sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa penyelenggaraan, pengelolaan, pengawasan, dan pembinaan satuan pendidikan.
Pasal 136
(1) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pengguna hasil pendidikan dapat berupa kerjasama dengan satuan pendidikan dalam penyediaan lapangan kerja, pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan kerjasama pengembangan jaringan informasi.
(2) Dunia usaha/dunia industri dapat menyelenggarakan program penelitian dan pengembangan, bekerjasama dengan satuan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pasal 137
(1) Untuk peningkatan mutu dan relevansi program pendidikan, Pemerintah Daerah bersama pendidikan tinggi dan/atau pelaku usaha dan/atau dunia Industri dan/atau asosiasi profesi dapat membentuk Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama.
(2) Pembentukan Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Kedua
Dewan Pendidikan
Pasal 138
(1) Dewan Pendidikan merupakan wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan.
(2) Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai lembaga mandiri berkedudukan di Provinsi dan kotamadya/kabupaten administrasi kepulauan seribu.
Pasal 139
(1) Dewan Pendidikan Provinsi berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Gubernur.
(2) Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Walikota dan Bupati Administratif.
Bagian Ketiga
Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal
Pasal 140
(1) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis merupakan wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
(2) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana serta pengawasan penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
(3) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, bersifat mandiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Dewan Pendidikan.
(4) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis dapat terdiri dari satu di satuan pendidikan atau satu di beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama atau satu di beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang pada lokasi yang berdekatan atau satuan pendidikan yang dikelola oleh satu penyelenggara pendidikan.
Bagian Keempat
Penghargaan
Pasal 141
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berjasa di bidang pendidikan.
(2) Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVII
KERJASAMA
Pasal 142
(1) Penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan dapat melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan dan/atau dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi dalam negeri dan/atau luar negeri.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam rangka meningkatkan mutu, relevansi, dan pelayanan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XVIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 143
(1) Pemerintah Daerah, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan prinsip profesional, transparan dan akuntabel.
Pasal 144
Pengendalian penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan merupakan kewenangan Gubernur yang pelaksanaannya dilakukan Kepala Dinas.
Pasal 145
Pengawasan dan pengendalian satuan pendidikan di bawah pembinaan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan Kepala Kanwil Departemen Agama.
BAB XIX
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 146
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f, Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat (3), Pasal 88, Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 104 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 109 ayat (1), Pasal 118 ayat (3), Pasal 125 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 131 ayat (1) dapat dikenakan sanksi administrasi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatalan izin prinsip dan izin operasional;
c. pencabutan izin operasional.
BAB XX
PENYIDIKAN
Pasal 149
(1) Selain pejabat penyidik Polri yang bertugas menyidik tindak pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya pelanggaran;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa terebut bukan merupakan tindak pelanggaran
dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung- jawabkan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang melakukan penangkapan dan penahanan.
(4) Penyidik pegawai negeri sipil membuat berita acara setiap tindakan tentang:
a. pemeriksaan tersangka;
b. pemasukan rumah;
c. penyitaan benda;
d. pemeriksaan surat;
e. pemeriksaan saksi;
f. pemeriksaan ditempat kejadian;
g. mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dan tembusannya kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XXI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 150
(1) Setiap orang dan/atau pengelola dan/atau penyelenggara pendidikan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2) huruf g dan huruf h, Pasal 110, Pasal 127 ayat (2), Pasal 129 ayat (2) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak pidana pelanggaran.
BAB XXII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 151
Semua ketentuan yang berkaitan dengan pendidikan yang telah ditetapkan sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
BAB XXIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 152
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2006
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
SUTIYOSO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2006
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
RITOLA TASMAYA
NIP.140091657
LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2006 NOMOR 8.
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN
I. UMUM
Tidak dapat dipungkiri dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, pendidikan memegang peran penting dan (sebagai) salah satu kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Melalui pendidikan yang bermutu dapat menciptakan DKI Jakarta sebagai pusat pendidikan dan/atau pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi bangsa Indonesia yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana standar internasional. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta harus dilandasi dengan kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak) yang merupakan cerminan keberhasilan bangsa Indonesia dimasa mendatang.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa baik di tingkat nasional maupun internasional, Pemerintahan Daerah dan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta bertekad untuk menghasilkan sumber daya manusia berkualitas melalui pendidikan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak), sehingga mampu menjawab berbagai tantangan zaman yang selalu berubah. (Oleh) Karena itu upaya yang dilakukan adalah (melalui) peningkatan mutu pendidikan, pemerataan pendidikan, serta efisiensi penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa urusan pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah. Sejalan dengan itu, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta menetapkan Peraturan Daerah tentang Pendidikan sebagai komitmen untuk mencerdaskan kehidupan dan penghidupan masyarakat Jakarta menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, adalah: (a) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat Jakarta; (b) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (c) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian bangsa yang bermoral; (d) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan internasional; (e) memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, strategi yang dilakukan dalam pembangunan di bidang pendidikan, adalah: (a) pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; (b) pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; (c) proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (d) evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; (e) peningkatan keprofesionalan pendidikan dan tenaga kependidikan; (f) penyediaan sarana belajar yang mendidik (memadai); (g) pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; (h) penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; (i) pelaksanaan wajib belajar; (j) pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; (k) pemberdayaan peran serta masyarakat; (l) pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; (m) pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Melalui strategi tersebut, diharapkan tujuan pendidikan dapat terwujud secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
Untuk mewujudkan tujuan dan strategi dalam penyelenggaraan dan atau pengelolaan pendidikan, diperlukan pengaturan agar terpenuhi hak-hak dan kewajiban yang mendasar bagi warga masyarakat di bidang pendidikan. Oleh sebab itu, diperlukan Peraturan Daerah sebagai landasan hukum bagi semua unsur yang terkait dengan pendidikan, serta mengikat semua pihak baik Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta maupun masyarakat.
Pendidikan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diselenggarakan sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan warga masyarakat Jakarta berdasarkan sembilan asas, meliputi:
a. nilai keagamaan, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada agama, sebagai umat manusia serta semua kehidupan dan kekayaan alam adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga segala apa upaya yang dalam pendidikan didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya.
b. demokratis, yang dimaksud demokratis adalah kebebasan berfikir dalam mengembangkan sikap dan kemampuan kepribadian dan bakat sesuai potensi yang dimiliki peserta didik.
c. ketelaudanan, bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dan masyarakat melalui proses pembelajaran.
d. manfaat, bahwa manfaat penyelenggaraan pendidikan bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta bangsa dan negara Republik Indonesia;
e. tidak diskriminatif, bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tidak membatasi, melecehkan atau mengucilkan baik langsung maupun tidak langsung yang didasarkan pada pembedaan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, mental dan fisik, serta umur yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dalam memperoleh pendidikan.
f. pembudayaan dan pemberdayaan, bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik dan masyarakat sepanjang hayat.
g. seimbang, serasi dan selaras dalam perikehidupan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara seimbang, serasi dan selaras dengan perikehidupan.
h. pemanfaatan optimal ilmu pengetahuan dan teknolologi, bahwa penyelenggaraan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal;
i. budaya bangsa, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada budaya bangsa Indonesia.
j. keterbukaan adalah penyelenggara pendidikan baik yang diselenggarakan masyarakat maupun Pemerintah dan Pemerintah Daerah membuka diri atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
k. bertanggung jawab, yang dimaksud bertanggung jawab adalah perwujudan akuntabilitas, moral dan etika, legal, dan mental dalam penyelenggaraan pendidikan.
l. kepastian hukum, dimaksudkan hak dan kewajiban masyarakat, orangtua, peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah, dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan ada kepastian hukum.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pendidikan dengan sistem terbuka adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan, berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh.
Yang dimaksud dengan pendidikan multimakna adalah proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan memberdayaan seluruh komponen masyarakat adalah pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerjasama yang saling melengkapi dan memperkuat
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan, meliputi standar: isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan warga masyarakat memiliki kelainan fisik adalah warga masyarakat penyandang cacat. (UU tentang Penyandang cacat)
Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang memiliki kelainan mental adalah kelainan dalam kemampuan intelektual yang dapat menyebabkan/disertai dengan kelambatan pada gerak motoriknya atau juga dapat dikatakan disertai dengan kelainan fisiknya.
Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang memiliki kelainan emosional adalah kelainan dalam kemampuan emosional (ketidakpekaannya terhadap emosional)
Misalnya :
Tidak ada perasaan empati, tidak bisa membedakan di saat mana dia suka atau duka Marah yang tidak terkendali atau sebaliknya.
Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang mengalami hambatan sosial dalam ayat ini antara lain :
a. anak yatim dan/atau piatu yang secara ekonomi tidak mampu;
b. anak yang tidak terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan/atau sosial;
c. anak yang memiliki perilaku menyimpang dari norma-norma masyarakat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang penyelenggaraan pendidikan yang berwujud tenaga, pemikiran, dana, serta prasarana dan sarana.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan waktu belajar setiap hari adalah hari efektif sekolah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan program akselerasi adalah pengaturan program pendidikan bagi peserta didik yang mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Yang dimaksud dengan tutor adalah tenaga pendidik yang memberikan bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran mandiri atau proses pembelajaran kelompok pada satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan pamong belajar adalah tenaga pendidik yang memberikan penyuluhan, bimbingan, pengajaran, pelatihan, pengembangan model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal.
Yang dimaksud dengan instruktur adalah tenaga pendidik yang memberikan pelatihan teknis pada kursus dan/atau pelatihan.
Yang dimaksud dengan fasilitator adalah tenaga pendidik yang memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga pendidikan dan pelatihan.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi maupun jaminan hari tua.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf b
Yang dimaksud dengan metode belajar yang sesuai adalah penggunaan metode – metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik warga belajar.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengelola satuan pendidikan adalah orang yang diberikan tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan pengembang adalah seseorang yang diberi tugas atau kewenangan sebagai tim perekayasa kurikulum.
Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan adalah kemampuan minimal yang harus dimiliki pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah spesifikasi teknis sebagai patokan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh penyelenggaran pendidikan.
Huruf d
Untuk memberikan layanan dan kemudahan tanpa diskriminasi pada semua jenjang pendidikan, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah antara lain dengan pembangunan sarana dan prasarana yang memadai dan secara selektif memperhatikan potensi serta kebutuhan masyarakat guna mendorong penuntasan wajib belajar sembilan tahun, menekan angka putus sekolah melalui penyediaan beasiswa.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Menyediakan dana dimaksudkan dalam rangka pembiayaan pendidikan bagi anak dari keluarga kurang mampu dan anak terlantar termasuk beasiswa untuk menarik anak yang masih berada di luar sistem sekolah sebagai akibat kemiskinan.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Satuan pendidikan yang dimaksud adalah satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Yang dimaksud dengan pendidik dan tenaga kependidikan adalah pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pendidikan umum adalah pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Yang dimaksud dengan pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi program sarjana, dan pascasarjana yang diarahkan terutamakan pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Yang dimaksud dengan pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Yang dimaksud dengan pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bentuk lain yang sederajat antara lain Tarbiyatul Athfal (TA), Taman Kanak-Kanak Al-Qur'an (TKQ), dan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ).
Ayat (3)
Bentuk lain yang sederajat antara lain Taman Bermain, Taman Balita, Taman Pendidikan Anak Sholeh (TAPAS), dan pendidikan anak usia dini yang diintegrasikan dengan program layanan yang telah ada seperti Posyandu dan Bina Keluarga Balita.
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan umum di antaranya Taman Kanak-Kanak (TK).
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan keagamaan di antaranya Raudhatul Athfal (RA) dan Bustanul Athfal (BA).
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan khusus di antaranya Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB).
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan TKQ adalah TK yang orientasi pembelajaran membaca AL-Qur'an sejak dini.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
SMK dan MAK dapat terdiri atas 4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud program keahlian adalah unit terkecil pada sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan yang menyelenggarakan pembelajaran dengan karakteristik keahlian sesuai dengan jenis pekerjaan di dunia usaha dan industri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pemangku kepentingan (stakeholders) adalah berbagai pihak yang terkait dengan program keahlian seperti asosiasi profesi dan dunia usaha/dunia industri terkait.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah pemberian tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, penghargaan, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Bantuan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang diberikan oleh pemerintah daerah meliputi; bantuan beasiswa bagi mahasiswa yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, bantuan penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta bantuan lain sesuai dengan kemampuan pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kecakapan personal atau kecakapan pribadi adalah kecakapan dalam melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan terhadap kondisi dan potensi diri, kecakapan dalam melakukan koreksi diri, kecakapan dalam memilih dan menentukan jalan hidup pribadi, percaya diri, kecakapan dalam menghadapi tantangan dan problema serta kecakapan dalam mengatur diri.
Yang dimaksud dengan kecakapan intelektual adalah kecakapan yang mencakup kecakapan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni sesuai dengan bidang yang dipelajari, berpikir kritis dan kreatif, kecakapan melakukan penelitian dan percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah.
Yang dimaksud dengan kecakapan sosial adalah kecakapan yang mencakup kecakapan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kecakapan bekerjasama dengan sesama, kecakapan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, empati atau tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawab sosial.
Yang dimaksud dengan kecakapan vokasional adalah kecakapan yang mencakup kecakapan dalam memilih bidang pekerjaan, mengelola pekerjaan, mengembangkan profesionalitas dan produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam melakukan pekerjaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Pendidikan informal diselenggarakan dalam rangka meletakan dasar-dasar kesiapan hidup peserta didik sebagai anggota masyarakat, karena itu aturannya merupakan tanggung jawab keluarga peserta didik, melalui keikuitsertaan dalam kelompok belajar, kursus, atau kegiatan belajar dengan menggunakan bahan belajar yang dapat dikaji sendiri atau mandiri
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendidikan bertaraf internasional adalah pola penyelenggaraan pendidikan mengacu pada input, proses, dan output pendidikan yang unggul yang dapat dilakukan melalui kerjasama Pemerintah Daerah dengan lembaga pendidikan asing yang diakui atau direkomendasikan Pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional merubah satuan pendidikan yang sudah ada menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pendidikan berbasis keunggulan daerah adalah pendidikan yang diperkaya dan dikembangkan sesuai potensi dan kekhasan budaya Betawi dan/atau potensi Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pendidikan lain yang sederajat adalah pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah dalam bentuk kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat atau majelis taklim yang diselenggarakan oleh masyarakat atau lembaga asing dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Pengembangan satu satuan pendidikan bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar, menengah umum dan menengah kejuruan diupayakan dilakukan pada setiap wilayah kotamadya. Namun apabila berdasarkan standar pelayanan minimal pengembangan sekolah bertaraf internasional tidak memungkinkan, maka pengembangan di satu wilayah kotamadya dapat dilakukan di wilayah lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kelas inklusif adalah layanan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi perserta didik yang berkelainan/kendala fisik untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik normal di satuan pendidikan formal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 61
Yang dimaksud dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah peserta didik yang memiliki potensi jauh di atas rata-rata dalam salah satu atau lebih kemampuan; akademik, seni, olahraga, kepemimpinan, dan lainnya yang relevan.
Penetapan peserta didik yang dimaksud dilakukan oleh ahli yang relevan.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi; karakteristik, sistem pembelajaran, peserta didik, persyaratan pendirian satuan dan/atau program pendidikan, sarana dan prasarana harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Budha, Hindu dan Konghuchu harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan memfasilitasi adalah memberikan bimbingan, arahan, pedoman, rekomendasi, izin operasional (pembukaan, penutupan dan penggabungan pendidikan), bantuan/subsidi, pendanaan serta peralatan pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan wilayah perbatasan adalah daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan data dan informasi pendidikan adalah data dan informasi tentang lembaga pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, sarana dan prasarana, anggaran, kurikulum dan lain lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif dari standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi satuan pendidikan. Dalam hal ini Kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis/madrasah dalam mengelola sekolah/madrasah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak diperuntukkan bagi pendidikan Informal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Bahasa pengantar dalam pendidikan menggunakan bahasa Indonesia. Bagi siswa kelas 1 s.d. III dapat menggunakan bahasa ibu sebagai media pembelajaran. Bahasa ibu disini dapat menggunakan bahasa daerah yang dikuasai peserta didik.
Ayat (2)
Yang dimaksud bahasa pengantar selain bahasa Indonesia adalah bahasa asing yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran.
Pasal 82
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kualifikasi akademik adalah ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional.
Yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. pemahaman terhadap peserta didik;
c. pengembangan kurikulum/silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f. pemanfaatn teknologi pembelajaran;
g. evaluasi belajar; dan
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Huruf b
Kompetensi kepribadian sekurangnya mencakup kepribadian yang:
a. mantap;
b. stabil;
c. dewasa;
d. arif dan bijaksana;
e. jujur;
f. berwibawa;
g. berakhlak mulia;
h. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
i. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
j. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
Huruf d
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali perserta didik dan masyarakat sekitar.
Ayat (4)
Yang dimaksud pelaksana uji kelayakan dan kesetaraan adalah lembaga yang ditetapkan pejabat yang berwenang untuk melakukan uji kemampuan keahlian seseorang dan menentukan kesetaraan keahlian tertentu dengan penggolongan jabatan guru.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Pengangkatan, penempatan, atau pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam rangka pemerataan dan atau meningkatkan mutu pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tidak boleh diskriminasi adalah menurut pertimbangan gender, agama, ras, suku, asal daerah, atau pertimbangan lain yang tidak ada hubungannya dengan kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan :
a. jabatan lain untuk pendidik adalah jabatan-jabatan di luar jabatan fungsional pendidik.
b. jabatan lain untuk tenaga kependidikan adalah jabatan-jabatan di luar tenaga kependidikan.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Ayat (1)
Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan bercirikan agama menjadi tanggung jawab Kantor Wilayah Departemen Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan resiko lain adalah perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup Jelas
Pasal 103
Ayat (1)
Yang dimaksud komersialisasi pendidikan adalah memanfaatkan sumber daya satuan pendidikan semata-mata untuk memperoleh keuntungan pribadi, kelompok dan/atau perusahaan.
Ayat (2)
Kegiatan yang dianggap merusak citra sekolah/madrasah dan demoralisasi di kalangan pelajar adalah kegiatan yang menjadikan sumber daya satuan pendidikan yang tidak sesuai dengan misi pendidikan seperti pembuatan sinetron dan/atau film yang menvisualisasikan pelajar secara vulgar, sensual, brutal, kriminal, pelaku sex bebas, dan sebagainya .
Pasal 104
Ayat (1)
penetapan kawasan dilarang merokok rokok untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan dalam lingkungan yang sehat bebas dari asap rokok.
Penetapan kawasan dilarang merokok untuk meningkatkan kualitas kesehatan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, agar tercipta lingkungan hidup sehat yang bebas dari asap rokok.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tujuan dan fungsi sarana dan prasarana meliputi sarana (alat) penunjang kegiatan belajar dan mengajar sesuai dengan materi yang diajarkan dan prasarana adalah gedung tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud lembaga adalah penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan.
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Evaluasi peserta didik mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi kognitif dilakukan dengan tes tertulis, evaluasi afektif dan psikomotoris dengan tes perbuatan atau nontes.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendanaan pendidikan adalah seluruh biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan, meliputi antara lain :
a. biaya investasi misalnya biaya pembangunan prasarana dan sarana pendidikan, pengembangan sumber daya manusia;
b. biaya operasi pendidikan, misalnya telepon, air, listrik, gaji, dan alat tulis kantor;
c. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran secara teratur;
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud peristiwa tertentu adalah kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti bencana alam, kebakaran, dan kerusuhan sosial.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 121
Yang dimaksud dengan kewajiban Pemerintah Daerah membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar adalah biaya investasi dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan masyarakat.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelaksana pendidikan adalah peran serta masyarakat sebagai fasilitator, penyelenggara, penilai, dan pengawas.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud institusi pasangan adalah lembaga pemerintah, non pemerintah, dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi yang menjadi mitra SMK dalam penyelenggaraan pendidikan sistem ganda.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal151
Cukup jelas
Pasal152
Cukup jelas
NOMOR 8 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
Menimbang
:
a. bahwa pendidikan harus mampu menjawab berbagai tantangan sesuai dengan tuntutan dan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan internasional, maka pendidikan diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan untuk mewujudkan pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik dalam menyelenggarakan dan mengelola pendidikan sebagai satu sistem pendidikan;
b. bahwa pendidikan harus mampu mewujudkan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang representatif dalam pergaulan dunia, untuk itu diperlukan sumber daya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu bersaing pada taraf nasional dan internasional;
c. bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan pendidikan merupakan urusan wajib yang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah, maka perlu pengaturan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Sistem Pendidikan. Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);
3. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3878);
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
5. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3890);
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132);
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 4168, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235);
9. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4279);
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
12. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
13. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
14. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
15. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
16. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4586);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4014);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4276);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4609);
23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
24. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1989 Nomor 72);
25. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1991 Nomor 23);
26. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1999 Nomor 23);
27. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 66);
28. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota jakarta Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2001 Nomor 92);
29. Peraturah Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2004 Nomor 72);
30. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2005 Nomor 23).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
dan
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG SISTEM PENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan:
1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
2. Daerah adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta selanjutnya disebut Provinsi DKI Jakarta.
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Gubernur adalah Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
5. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kotamadya dan Kabupaten Administrasi, Kecamatan, dan Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta.
6. Dinas adalah Perangkat daerah yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
7. Kantor Wilayah Departemen Agama yang selanjutnya disebut Kanwil Departemen Agama adalah Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta.
8. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembang-kan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, yang diselenggarakan di Provinsi DKI Jakarta.
9. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
10. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
11. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
12. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
13. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
14. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain yang sederajat.
15. Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengag Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentukk lain yang sederajat.
16. Pendidikan tinggi adalah pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
17. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
18. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
19. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
20. Pendidikan bertaraf internasional adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan menggunakan standar pendidikan nasional yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
21. Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, intelektual, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
22. Pendidikan layanan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
23. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
24. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menguasai, memahami, dan mengamalkan ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
25. Pendidikan berbasis Daerah adalah satuan pendidikan dasar dan menengah yang menyelenggarakan pendidikan dengan acuan kurikulum yang menunjang upaya pengembangan potensi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Jakarta sebagai daerah dan/atau sebagai ibukota negara Republik Indonesia.
26. Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan ber-dasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
27. Taman Penitipan Anak yang selanjutnya disebut TPA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program kesejahteraan sosial, program pengasuhan anak, dan program pendidikan anak sejak lahir sampai dengan berusia 6 (enam) tahun.
28. Kelompok bermain yang selanjutnya disebut KB adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program pendidikan dan program kesejahteraan bagi anak berusia 2 (dua) tahun sampai dengan 4 (empat) tahun.
29. Taman kanak-kanak selanjutnya disebut TK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
30. Raudhatul Athfal selanjutnya disebut RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut BA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan agama Islam bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
31. Taman Kanak-Kanak Al Qur'an yang selanjutnya disebut TKQ adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
32. Sekolah Dasar yang selanjutnya disebut SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
33. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disebut MI adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar di dalam binaan Departemen Agama.
34. Taman Pendidikan Al Qur'an yang selanjutnya disebut TPQ adalah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan Al Qur'an bagi anak usia 7 (tujuh) tahun keatas.
35. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya disebut SMP adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat.
36. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disebut MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD, MI atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
37. Sekolah Menengah Atas yang selanjutnya disebut SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
38. Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disebut SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
39. Sekolah Luar Biasa yang selanjutnya disebut SLB adalah pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus, bersifat segregatif dan terdiri atas Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah Luar Biasa (MILB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Madrasah Tsanawiyah Luar Biasa (MTsLB), Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), dan Madrasah Aliyah Luar Biasa (MALB).
40. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disebut MA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
41. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat di dalam binaan Departemen Agama.
42. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang selanjutnya disebut PKBM adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal.
43. Majelis Taklim adalah salah satu bentuk satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam pada warga masyarakat.
44. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
45. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
46. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penerap-an mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyeleng-garaan pendidikan.
47. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria atau standar yang telah ditetapkan.
48. Sistem Informasi Pendidikan adalah layanan informasi yang menyajikan data kependidikan meliputi lembaga pendidikan, kurikulum, peserta didik, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan kebijakan pemerintah, pemerintah daerah serta peranserta masyarakat yang dapat diakses oleh berbagai pihak yang memerlukan.
49. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
50. Standar pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan pendidikan, yang berlaku dan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
51. Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan.
52. Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen-komponen sistem pendidikan pada satuan/program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
53. Pengelola pendidikan adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, Badan Hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal, dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
54. Pengelolaan pendidikan adalah proses pengaturan tentang kewenangan dan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat dan satuan pendidikan agar pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
55. Pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi.
56. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
57. Peserta didik adalah warga masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
58. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PNS adalah pegawai tetap yang diangkat sebagai pegawai negeri sipil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
59. Pegawai Non-PNS yang selanjutnya disebut Non-PNS adalah pengawai tidak tetap yang diangkat oleh satuan pendidikan atau badan hukum penyelenggara pendidikan atau Pemerintah atau Pemerintah Daerah berdasarkan perjanjian kerja.
60. Wajib belajar adalah peserta didik yang mengikuti program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga masyarakat atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
61. Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
62. Badan Akreditasi Provinsi Pendidikan Non-Formal adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
63. Dewan Pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan terdiri dari Dewan Pendidikan Provinsi dan Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten.
64. Komite Sekolah/Madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali peserta didik, komunitas sekolah atau madrasah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
65. Kepala Sekolah/Madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala satuan pendidikan.
66. Warga masyarakat adalah penduduk DKI Jakarta, penduduk luar DKI Jakarta, dan warga negara asing yang tinggal di DKI Jakarta.
67. Masyarakat adalah kelompok warga masyarakat non pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
68. Budaya membaca adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk membaca buku atau bacaan lain yang bermanfaat bagi kehidupan.
69. Budaya belajar adalah kebiasaan warga masyarakat yang menggunakan sebagian waktunya sehari-hari secara tepat guna untuk belajar guna meningkatkan pengetahuan.
70. Budaya belajar di luar jam sekolah adalah kebiasaan warga belajar menggunakan sebagian waktunya sehari-hari pada hari efektif sekolah secara tepat guna untuk belajar di luar jam sekolah.
BAB II
FUNGSI DAN TUJUAN
Pasal 2
Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak warga masyarakat yang cerdas dan bermartabat untuk mewujudkan kehidupan yang beradab, bertujuan mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, mampu bersaing pada taraf nasional dan internasional serta menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawab.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 3
(1) Pendidikan diselenggarakan secara profesional, transparan dan akuntabel serta menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Peserta Didik.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu proses pembudayaan dan pemberdayaan secara berkesinambungan serta berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan secara adil, demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya lokal dan kebhinekaan.
(5) Pendidikan diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan, menantang, mencerdaskan dan kompetitif dengan dilandasi keteladanan.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca dan belajar bagi segenap warga masyarakat.
(7) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen pemerintahan daerah dan masyarakat serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperanserta dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Warga Masyarakat
Pasal 4
(1) Setiap warga masyarakat berhak memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2) Warga masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat.
(3) Warga masyarakat yang memiliki kelainan fisik, mental, emosional, dan mengalami hambatan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(4) Warga masyarakat yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa berhak mendapatkan pendidikan khusus.
(5) Warga masyarakat di wilayah terpencil dan/atau mengalami bencana alam dan/atau bencana sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(6) Warga masyarakat berperanserta dalam penguasaan, pemanfaatan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan pribadi, keluarga, bangsa, dan umat manusia.
Pasal 5
(1) Warga masyarakat yang berusia 7 (tujuh) sampai 18 (delapan belas) tahun wajib mengikuti pendidikan dasar dan menengah sampai tamat.
(2) Warga masyarakat memberikan dukungan sumber daya pendidikan untuk kelangsungan penyelenggaraan pendidikan.
(3) Warga masyarakat berkewajiban menciptakan dan mendukung terlaksananya budaya membaca dan budaya belajar di lingkungannya.
Bagian Kedua
Orangtua
Pasal 6
Orangtua berhak berperanserta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi perkembangan pendidikan anaknya.
Pasal 7
(1) Orangtua berkewajiban memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anaknya untuk memperoleh pendidikan.
(2) Orangtua berkewajiban memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berfikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya.
(3) Orangtua berkewajiban untuk mendidik anaknya sesuai kemampuan dan minatnya serta menetapkan waktu belajar setiap hari di rumah bagi anaknya dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00 WIB.
(4) Orangtua berkewajiban atas biaya untuk kelangsungan pendidikan anaknya sesuai kemampuan, kecuali bagi orangtua yang tidak mampu dibebaskan dari kewajiban tersebut dan menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga
Masyarakat
Pasal 8
(1) Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
(2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 9
Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Keempat
Peserta Didik
Pasal 10
(1) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
(2) Setiap peserta didik yang memiliki kelebihan kecerdasan berhak mendapatkan kesempatan program akselerasi.
(3) Setiap peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dan pembelajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, dan kemampuannya.
(4) Peserta didik yang berprestasi dan/atau yang orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikan berhak mendapatkan beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat.
(5) Setiap peserta didik berhak memperoleh penilaian hasil belajarnya.
(6) Setiap peserta didik berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektual dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Pasal 11
(1) Setiap peserta didik berkewajiban menyelesaikan program pendidikan sesuai kecepatan belajarnya dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
(3) Setiap peserta didik berkewajiban belajar setiap hari efektif sekolah di rumah dari pukul 19.00 sampai dengan 21.00.
(4) Setiap peserta didik berkewajiban memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Setiap peserta didik berkewajiban mentaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Paragraf 1 Pendidik
Pasal 12
Pendidik terdiri dari guru, tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
(1) Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam melaksanakan tugas berhak:
a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e. memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugasnya;
f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya;
i. memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j. memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau k. memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2) Dalam melaksanakan tugas guru berkewajiban:
a. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran termasuk pelaksanaan belajar yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. memberikan tauladan dan menjaga nama baik lembaga dan profesi;
c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d. memotivasi peserta didik melaksanakan waktu belajar di luar jam sekolah;
e. memberikan keteladanan dan menciptakan budaya membaca dan budaya belajar;
f. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
g. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, kode etik guru serta nilai- nilai agama, dan etika;
h. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 14
(1) Tutor, pamong belajar, instruktur, fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam melaksanakan tugas berhak:
a. memperoleh penghasilan sesuai kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial berdasarkan status kepegawaian dan beban tugas serta prestasi kerja;
b. memperoleh penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. memperoleh pembinaan, pendidikan dan pelatihan sebagai pendidik pendidikan nonformal dari pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga pendidikan nonformal;
d. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas;
e. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi selama tidak mengganggu tugas dan kewajibannya;
(2) Dalam melaksanakan tugas Tutor, Pamong Belajar, Instruktur, Fasilitator, atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya berkewajiban :
a. menyusun rencana pembelajaran;
b. melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kurikulum, sarana belajar, media pembelajaran, bahan ajar, maupun metode pembelajaran yang sesuai;
c. mengevaluasi hasil belajar peserta didik;
d. menganalisis hasil evaluasi belajar peserta didik;
e. melaksanakan fungsi sebagai fasilitator dalam kegiatan pendidikan nonformal;
f. mengembangkan model pembelajaran pada pendidikan nonformal;
g. melaporkan kemajuan belajar.
Paragraf 2
Tenaga Kependidikan
Pasal 15
(1) Tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
(2) Tenaga kependidikan berhak mendapatkan:
a. penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang layak dan memadai;
b. penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
d. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
(3) Tenaga kependidikan berkewajiban:
a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dialogis, inovatif, dan bermartabat;
b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;
c. memberikan tauladan dan menjaga nama baik lembaga dan profesi;
d. memberikan keteladan dan menciptakan budaya membaca dan budaya belajar;
e. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pemerintah Daerah
Pasal 16
Pemerintah Daerah wajib:
a. mengatur, menyelenggarakan, mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan;
b. menetapkan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan anak usia dini, satuan pendidikan dasar, dan satuan pendidikan menengah;
c. menetapkan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah;
d. memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin pendidikan yang bermutu bagi warga masyarakat tanpa diskriminasi;
e. menyediakan dana guna penuntasan wajib belajar 9 tahun.
f. menyediakan dana guna terselenggaranya wajib belajar 12 tahun khususnya bagi peserta didik dari keluarga tidak mampu dan anak terlantar;
g. pemberian beasiswa atas prestasi atau kecerdasan yang dimiliki peserta didik;
h. memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga masyarakat untuk memperoleh pendidikan;
i. memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang profesional, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
j. memfasilitasi tersedianya pusat-pusat bacaan bagi masyarakat, sekurang- kurangnya satu di setiap Rukun Warga (RW);
k. mendorong dan mengawasi pelaksanaan kegiatan jam wajib belajar peserta didik di rumah;
l. mendorong pelaksanaan budaya membaca dan budaya belajar;
m. membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat;
n. menumbuhkembangkan sumber daya pendidikan secara terus menerus untuk terselenggaranya pendidikan yang bermutu;
o. memfasilitasi sarana dan prasarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna mendukung pendidikan yang bermutu;
p. memberikan dukungan kepada perguruan tinggi dalam rangka kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
q. menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan pendidikan;
r. mendorong dunia usaha/dunia industri untuk berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.
BAB V
JALUR, JENJANG DAN JENIS PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
(2) Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
(3) Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.
Jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat, dapat diwujudkan dalam bentuk:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar;
c. pendidikan menengah;
d. pendidikan tinggi;
e. pendidikan nonformal;
f. pendidikan informal;
g. pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah;
h. pendidikan khusus dan layanan khusus;
i. pendidikan jarak jauh;
j. pendidikan keagamaan.
Bagian Kedua
Pendidikan anak usia dini
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 19
(1) Pendidikan anak usia dini berfungsi membina, menumbuhkan,dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahapan perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
(2) Pendidikan anak usia dini bertujuan:
a. membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri dan menjadi warga masyarakat yang demokratis dan bertanggungjawab;
b. mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 20
(1) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(2) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi TK, RA, BA, atau bentuk lain yang sederajat.
(3) Bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi KB, TPA, TKQ atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan pendidikan yang dilaksanakan dalam bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang dilaksanakan masyarakat setempat.
(5) Jenis pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pendidikan umum, keagamaan dan khusus.
Pasal 21
Penyelenggaraan pendidikan pada TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat memiliki program pembelajaran satu tahun atau dua tahun.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 22
(1) Peserta didik TPA atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak lahir sampai berusia 6 (enam) tahun.
(2) Peserta didik KB atau bentuk lain yang sederajat berusia 2 (dua) tahun sampai 4 (empat) tahun.
(3) Peserta didik TKQ atau bentuk lain yang sederajat berusia sejak 4 (empat) tahun sampai 6 (enam) tahun.
(4) Peserta didik TK, RA, BA atau bentuk lain yang sederajat berusia antara 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Pasal 23
Pengelompokan peserta didik untuk program pendidikan pada TPA, KB atau bentuk lain yang sederajat disesuaikan dengan kebutuhan, usia dan/atau perkembangan anak.
Pasal 24
Peserta didik pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal maupun nonformal dapat pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 24 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga Pendidikan Dasar Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 26
(1) Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap, dan rasa keindahan, serta memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
(2) Penyelenggaraan pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif,
inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga masyarakat yang demokratis serta bertanggung jawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 27
(1) Pendidikan Dasar diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.
(2) Bentuk satuan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat serta SMP, MTs atau bentuk lain yang sederajat.
(3) SD dan MI terdiri atas 6 (enam) tingkat, SMP dan MTs terdiri atas 3 (tiga) tingkat kecuali program akselerasi.
(4) Jenis pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat berupa pendidikan umum, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 28
(1) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat dapat berusia sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun
(2) Bagi peserta didik yang berusia kurang dari 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud ayat (1), dapat diterima setelah memperoleh rekomendasi tertulis dari psikolog.
(3) Peserta didik pada SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat adalah lulusan SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat dapat pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang setara.
(5) Peserta didik yang belajar secara mandiri dapat pindah ke SD, MI, SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat setelah melalui tes penempatan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
(6) Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang pendidikan dasar dapat pindah ke SD, MI, SMP, atau MTs, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 29 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Pendidikan Menengah
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 31
(1) Pendidikan menengah umum berfungsi menyiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi dan/atau untuk hidup di masyarakat.
(2) Pendidikan menengah kejuruan berfungsi menyiapkan peserta didik menjadi manusia produktif dan mampu bekerja mandiri, terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu sesuai persyaratan pasar kerja.
Pasal 32
(1) Pendidikan menengah bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut atau bekerja dalam bidang tertentu.
(2) Pendidikan menengah umum bertujuan untuk membentuk manusia berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, hidup sehat, memperluas pengetahuan dan seni, memiliki keahlian dan keterampilan, menjadi anggota masyarakat yang bertanggung
jawab serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
(3) Pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk membentuk manusia berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki sikap wirausaha dan memberikan bekal kompetensi keahlian kejuruan kepada peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk, dan Jenis Pendidikan
Pasal 33
(1) Pendidikan Menengah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal.
(2) Pendidikan Menengah berbentuk SMA, MA, SMK, dan MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(3) SMA dan MA dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di Pendidikan Tinggi dan hidup di dalam masyarakat.
(4) SMA dan MA terdiri atas 3 (tiga) tingkat, kecuali program akselerasi dan untuk SMK dan MAK dapat ditambah satu tingkat.
(5) Jenis Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Pasal 34
(1) Penjurusan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang keahlian.
(2) Setiap bidang keahlian terdiri atas 1 (satu) atau lebih program keahlian.
(3) Pengembangan jenis program keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di dasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia usaha ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk program keahlian yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya.
(4) Penataan dan pengembangan spektrum program keahlian dilaksanakan Pemerintah Daerah setelah mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan (stakeholders).
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 35
Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat adalah warga masyarakat yang telah lulus dari SMP, MTs, Paket B, atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat.
(1) Peserta didik pada SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat dapat pindah program keahlian pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara sesuai dengan persyaratan.
(2) Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang Pendidikan Menengah berhak pindah ke SMA, MA, SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Menengah sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 sampai dengan pasal 36 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan Tinggi
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 38
(1) Pendidikan tinggi berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan melaksanakan dharma, meliputi :
a. pendidikan dengan cara mengajarkan, menyebarluaskan, dan menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan nilai-nilai luhur untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat;
b. penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, serta memperkaya budaya untuk memperkuat daya saing dan jatidiri bangsa;
c. pengabdian kepada masyarakat untuk mendorong modernisasi dan perwujudan masyarakat madani sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan nilai-nilai luhur bangsa.
(2) Pendidikan tinggi bertujuan:
a. mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian unggul, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab, memiliki wawasan kebangsaan, menghargai pluralisme dan hak-hak asasi manusia, peduli pada pelestarian lingkungan, berintegritas dan taat kepada hukum termasuk kesadaran membayar pajak dan sikap anti korupsi serta tidak tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia.
b. membentuk manusia yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dan berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik serta memiliki profesionalitas dan kemampuan kepemimpinan serta jiwa kewirausahaan untuk mendukung peningkatan daya saing bangsa.
Paragraf 2
Penyelenggaraan
Pasal 39
(1) Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu penyelenggaraan pendidikan tinggi selain pengaturan kurikulum, akreditasi, dan pengangkatan tenaga akademik.
(3) Pemerintah Daerah memberikan pertimbangan pembukaan dan penutupan serta pembinaan dan penertiban penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemerintah Daerah dapat memberikan pembinaan dan maslahat tambahan terhadap dosen pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu penyelenggaran kegiatan ekstrakurikuler dan penelitian pendidikan tinggi yang relevan dengan kepentingan daerah.
(6) Pemerintah Daerah mendukung dan/atau membantu kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa, penyelesaian tugas akhir bagi mahasiswa yang tidak mampu dan penyelesaian studi bagi mahasiswa yang berprestasi.
Bagian Keenam
Pendidikan Nonformal
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 40
(1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan nonformal bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan, sikap wirausaha, dan kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Bentuk dan Program Pendidikan
Pasal 41
(1) Satuan pendidikan nonformal berbentuk:
a. lembaga kursus;
b. lembaga pelatihan;
c. kelompok belajar;
d. pusat kegiatan belajar masyarakat;
e. majelis taklim, dan
f. satuan pendidikan yang sejenis.
(2) Lembaga kursus dan lembaga pelatihan menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan kecakapan hidup untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, berusaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(3) Kelompok belajar menyelenggarakan kegiatan untuk menampung dan memenuhi kebutuhan belajar sekelompok warga masyarakat yang ingin belajar melalui jalur pendidikan nonformal.
(4) Pusat kegiatan belajar masyarakat memfasilitasi penyelenggaraan berbagai program pendidikan nonformal untuk mewujudkan masyarakat gemar belajar dalam rangka mengakomodasi kebutuhannya akan pendidikan sepanjang hayat, dan berasaskan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
(5) Majelis taklim menyelenggarakan pembelajaran agama Islam untuk memenuhi berbagai kebutuhan belajar masyarakat pada jalur pendidikan nonformal.
Pasal 42
Program pendidikan nonformal meliputi:
a. pendidikan kecakapan hidup;
b. pendidikan anak usia dini;
c. pendidikan kepemudaan;
d. pendidikan pemberdayaan perempuan;
e. pendidikan keaksaraan;
f. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja;
g. pendidikan kesetaraan; serta
h. pendidikan lainnya
Pasal 43
(1) Pendidikan kecakapan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a merupakan pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
(2) Pendidikan kecakapan hidup berfungsi meningkatkan kecakapan personal, kecakapan intelektual, kecakapan sosial, dan kecakapan vokasional untuk bekerja, berusaha dan/atau hidup mandiri.
(3) Pendidikan kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan program-program pendidikan nonformal lainnya dan/atau tersendiri.
Pasal 44
(1) Pendidikan kepemudaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa.
(2) Pendidikan kepemudaan berfungsi mengembangkan potensi pemuda dengan penekanan pada penguatan nilai keimanan dan ketakwaan, wawasan kebangsaan, etika dan kepribadian, estetika, ilmu pengetahuan dan teknologi, sikap kewirausahaan, kepeloporan, serta kecakapan hidup bagi pemuda sebagai kader pemimpin bangsa.
(3) Pendidikan kepemudaan mencakup berbagai bentuk pendidikan dan pelatihan di bidang keagamaan, etika dan kepribadian, wawasan kebangsaan, kepanduan/kepramukaan, seni dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan dan keolahragaan, kepeloporan, kepemimpinan, palang merah, pencinta alam dan lingkungan hidup, kecakapan hidup dan kewirausahaan.
Pasal 45
(1) Pendidikan pemberdayaan perempuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d merupakan pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan.
(2) Pendidikan pemberdayaan perempuan berfungsi meningkatkan kemampuan perempuan dalam pengembangan potensi diri, nilai, sikap, dan etika perempuan agar mampu memperoleh hak dasar kehidupan yang setara dan adil secara gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(3) Pendidikan pemberdayaan perempuan mencakup:
a. peningkatan akses pendidikan bagi perempuan;
b. pencegahan terhadap pelanggaran hak-hak dasar perempuan; dan
c. penyadaran terhadap harkat dan martabat perempuan.
Pasal 46
(1) Pendidikan keaksaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e merupakan pendidikan bagi warga masyarakat yang buta aksara agar mereka dapat membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia, dan berpengetahuan dasar untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
(2) Pendidikan keaksaraan berfungsi memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung, dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Pendidikan keaksaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.
(4) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf f merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan fungsional yang sesuai kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif.
(5) Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja berfungsi untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sesuai dengan kebutuhan dunia kerja atau kebutuhannya untuk menjadi manusia produktif.
Pasal 48
(1) Pendidikan kesetaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g merupakan program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakup program Paket A, Paket B, dan Paket C.
(2) Pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai layanan jenjang pendidikan dasar dan menengah pada jalur pendidikan nonformal.
(3) Program Paket A berfungsi memberikan pendidikan umum setara SD/MI.
(4) Program Paket B berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMP/MTs.
(5) Program Paket C berfungsi memberikan pendidikan umum setara SMA/MA.
(6) Pendidikan kesetaraan dilaksanakan terintegrasi dengan pendidikan kecakapan hidup.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 49
(1) Peserta didik pada lembaga pendidikan, lembaga kursus, dan lembaga pelatihan adalah warga masyarakat yang memerlukan bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah dan/atau melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
(2) Peserta didik pada kelompok belajar dan pusat kegiatan belajar masyarakat adalah warga masyarakat yang ingin belajar untuk mengembangkan diri, bekerja, dan/atau melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
(3) Peserta didik pada majelis taklim adalah masyarakat muslim yang ingin belajar dan mendalami ajaran Islam dan/atau untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kecakapan hidup.
(4) Peserta didik pada pendidikan kepemudaan adalah warga masyarakat pemuda.
(5) Peserta didik pada pendidikan keaksaraan adalah warga masyarakat usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang belum dapat membaca, menulis, berhitung dan/atau berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
(6) Peserta didik pada Program Paket A adalah anggota masyarakat yang berminat menempuh pendidikan setara SD/MI.
(7) Peserta didik pada Program Paket B adalah anggota masyarakat yang telah lulus program Paket A, atau SD/MI atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMP/MTs.
(8) Peserta didik pada Program Paket C adalah anggota masyarakat yang telah lulus program Paket B, atau SMP/MTs atau pendidikan lain yang sederajat yang berminat menempuh pendidikan setara SMA/MA.
Paragraf 4
Penyelenggaraan
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Nonformal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 49 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Informal
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 51
(1) Pendidikan Informal berfungsi sebagai upaya mengembangkan potensi warga masyarakat guna mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2) Pendidikan informal bertujuan untuk memberikan keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
Paragraf 2
Bentuk dan Program Pendidikan
Bentuk dan Kegiatan
Pasal 52
(1) Pendidikan informal dilakukan keluarga dan/atau lingkungan yang berbentuk kegiatan pembelajaran secara mandiri.
(2) Pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: pendidikan yang dilakukan melalui media massa, pendidikan masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial dan budaya, serta interaksi dengan alam.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 53
Peserta didik pada pendidikan informal adalah setiap warga masyarakat.
Paragraf 4
Pengakuan Hasil Pendidikan Informal
Pasal 54
(1) Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun nonformal setelah melalui ujian oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 55
(1) Pendidikan bertaraf internasional berfungsi sebagai sarana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang berkualitas internasional.
(2) Pendidikan bertaraf internasional bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang berdaya saing global.
(3) Pendidikan berbasis keunggulan daerah berfungsi sebagai sarana pembelajaran untuk menghasilkan peserta didik yang mampu mengembangkan keunggulan daerah.
(4) Pendidikan berbasis keunggulan daerah bertujuan untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang mampu menunjang pengembangan potensi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat kota.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan
Pasal 56
(1) Pendidikan bertaraf internasional diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan/atau nonformal.
(2) Pendidikan berbasis keunggulan daerah diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal.
(3) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah pada jalur pendidikan formal berbentuk TK, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, dan MAK serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(4) Pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah nonformal berbentuk lembaga kursus, lembaga pelatihan serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(5) Pendidikan berbasis keunggulan daerah informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.
(6) Jenis pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Penyelenggaraan
Pasal 57
(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
(2) Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya lima pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan berbasis keunggulan daerah.
(3) Masyarakat dapat menyelenggarakan satuan pendidikan bertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan daerah.
(4) Pemerintah Daerah membimbing dan membantu masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengembangan satuan pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah.
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 59
(1) Pendidikan khusus berfungsi memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kendala fisik, emosional, mental, sosial dan/atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
(2) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang mengalami kendala fisik, emosional, mental dan sosial bertujuan untuk mengembangkan potensi pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian seoptimal mungkin menuju kemandirian hidup.
(3) Pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa bertujuan untuk mengembangkan kelebihan kualitas kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, dan bakat istimewa yang dimilikinya.
(4) Pendidikan layanan khusus berfungsi memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik di pulau terpencil di kepulauan seribu, mengalami bencana alam, dan bencana sosial.
(5) Pendidikan layanan khusus bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan secara berkesinambungan.
Paragraf 2
Jalur, Bentuk dan Jenis Pendidikan
Pasal 60
(1) Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan informal.
(2) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki kendala fisik, emosional, mental, sosial berbentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dan/atau kelas inklusif sesuai dengan jenjang masing-masing.
(3) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Bentuk penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dalam bentuk kelas khusus dan/atau satuan pendidikan khusus.
(5) Pendidikan khusus formal bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa program percepatan, program pengayaan, atau gabungan program percepatan dan program pengayaan.
(6) Pendidikan khusus dan layanan khusus nonformal berbentuk lembaga kursus, kelompok belajar, lembaga pelatihan serta satuan pendidikan lain yang sederajat.
(7) Pendidikan khusus dan layanan khusus informal berbentuk pendidikan keluarga dan lingkungan.
(8) Jenis pendidikan khusus dan layanan khusus sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa pendidikan umum, kejuruan, keagamaan, dan khusus.
Paragraf 3
Peserta Didik
Pasal 61
Peserta didik pada pendidikan khusus dan layanan khusus adalah warga masyarakat yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 59.
Paragraf 4 Penyelenggaraan
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 61 diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 63
Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan jarak jauh sesuai dengan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Keagamaan
Paragraf 1
Fungsi dan Tujuan
Pasal 64
(1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi warga masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
(2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
Paragraf 2
Jalur dan Bentuk Pendidikan
Pasal 65
Jalur dan bentuk pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Penyelenggaraan dan Pengelolaan
Pasal 66
(1) Penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan keagamaan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah daerah dapat memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VI
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 68
(1) Pengelolaan Pendidikan dilakukan oleh:
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah;
c. Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
d. Satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal.
(2) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada:
a. Pemerataan akses pendidikan dan pencapaian standar minimal mutu layanan pendidikan;
b. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan;
c. Peningkatan efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Pasal 69
(1) Pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 didasarkan pada program kerja dan anggaran tahunan yang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun oleh Pemerintah Daerah didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
(3) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan/atau badan hukum penyelenggara satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada rencana strategis masing-masing mengacu pada RPJMD dan RPJPD.
(4) Program kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disusun satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal didasarkan pada rencana strategis masing-masing yang mengacu pada RPJMD dan RPJPD.
Bagian Kedua
Pengelolaan oleh Pemerintah Daerah
Pasal 70
(1) Gubernur bertanggung jawab mengelola sistem pendidikan di daerah dan menetapkan kebijakan daerah di bidang pendidikan sesuai dengan kewenangan.
(2) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan sekurang-kurangnya dalam:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD);
b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD); dan
c. Peraturan Perundang-undangan daerah bidang pendidikan.
(3) Kebijakan daerah di bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) mengikat:
a. Semua Perangkat Daerah;
b. Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan;
c. Satuan pendidikan yang belum berbadan hukum;
d. Penyelenggara pendidikan formal, nonformal dan informal;
e. Dewan Pendidikan Provinsi;
f. Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu;
g. Pendidik dan tenaga kependidikan;
h. Komite sekolah atau nama lain yang sejenis;
i. Peserta didik;
j. Orangtua/wali peserta didik;
k. Masyarakat;
l. Pihak-pihak lain yang terkait dengan pendidikan.
Pasal 71
(1) Pemerintah Daerah mengarahkan, membimbing, mensupervisi, mengawasi, mengkoordinasikan, memantau, mengevaluasi, dan mengendalikan penyelenggara satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai dengan kebijakan nasional bidang pendidikan dan kebijakan daerah bidang pendidikan dalam kerangka pengelolaan sistem pendidikan nasional.
(2) Pemerintah Daerah bertanggung jawab:
a. menyelenggarakan sekurang-kurangnya Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Non Formal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah, Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus;
b. memfasilitasi penyelenggaraan Pendidikan anak usia dini, Pendidikan Dasar, Menengah, Pendidikan Tinggi, Pendidikan Non-Formal, Pendidikan Informal, Pendidikan Bertaraf Internasional dan Berbasis Keunggulan Daerah,Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Pendidikan Jarak Jauh, Pendidikan Keagamaan yang diselenggarakan masyarakat;
c. mengkoordinasikan penyelenggaraan pendidikan, pembinaan,pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan, untuk pendidikan formal,nonformal dan informal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat;
d. membantu penyelenggaraan pendidikan di wilayah perbatasan;
e. menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun;
f. menuntaskan program buta aksara;
g. mendorong percepatan pencapaian target nasional bidang pendidikan didaerah;
h. mengkoordinasikan dan mensupervisi pengembangan kurikulum pendidikan;
i. mengevaluasi penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan jalur pendidikan nonformal untuk pengendalian dan penjaminan mutu pendidikan;
j. mengembangkan dan melestarikan pendidikan seni budaya Betawi.
Pasal 72
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan penjaminan mutu satuan pendidikan dan/atau program pendidikan, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Pemerintah Daerah melaksanakan akreditasi terhadap satuan pendidikan dan/atau program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk melaksanakan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Gubernur membentuk badan akreditasi provinsi untuk pendidikan formal dan pendidikan nonformal.
Pasal 73
(1) Pemerintah Daerah mengembangkan dan melaksanakan sistem informasi pendidikan daerah secara online dan kompatible dengan sistem informasi pendidikan nasional yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional.
(2) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup data dan informasi pendidikan pada semua jalur, jenjang, jenis, satuan, program pendidikan.
(3) Pemerintah daerah mendorong satuan pendidikan untuk mengembangkan dan melaksanakan Sistem Informasi Pendidikan sesuai dengan kewenangan.
(4) Sistem informasi pendidikan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirancang untuk menunjang pengambilan keputusan, kebijakan pendidikan yang dilakukan Pemerintah Daerah dan dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan oleh Badan Hukum
Penyelenggara
Satuan Pendidikan Formal dan Pendidikan Nonformal
Pasal 74
(1) Badan hukum penyelenggara satuan pendidikan formal dan/atau badan hukum penyelenggara pendidikan nonformal bertanggungjawab terhadap satuan dan/atau program pendidikan yang diselenggarakan.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menjamin ketersediaan sumber daya pendidikan secara teratur dan berkelanjutan bagi terselenggaranya pelayanan pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan;
b. menjamin akses pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memenuhi syarat sampai batas daya tampung satuan pendidikan;
c. mensupervisi dan membantu satuan dan/atau program pendidikan yang diselenggarakannya dalam melakukan penjaminan mutu, dengan berpedoman pada kebijakan nasional bidang pendidikan, standar nasional pendidikan, dan pedoman penjaminan mutu yang diterbitkan Departemen Pendidikan Nasional;
d. memfasilitasi akreditasi satuan dan/atau program pendidikan oleh badan akreditasi sekolah/madrasah tingkat nasional/provinsi atau Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non-Formal dan/atau Lembaga Akreditasi lain yang diakui oleh Pemerintah;
e. tanggung jawab lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
f. membina, mengembangkan, dan mendayagunakan pendidik dan tenaga kependidikan yang berada di bawah binaan pengelola.
Bagian Keempat
Pengelolaan oleh Satuan Pendidikan
Pasal 75
Pengelolaan oleh satuan pendidikan meliputi perencanaan program, pengembangan kurikulum, penyelenggaraan pembelajaran, pendayagunaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana dan prasarana, penilaian hasil belajar, pengendalian, pelaporan dan fungsi-fungsi manajemen pendidikan lainnya sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah/satuan pendidikan nonformal.
Pasal 76
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.
(2) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
(3) Manajemen berbasis sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pada prinsip kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal dan manajemen berbasis sekolah/madrasah mengacu pada peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
BAB VII
KURIKULUM
Pasal 77
(1) Kurikulum program kegiatan belajar pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan jarak jauh, dan pendidikan keagamaan mengacu standar nasional pendidikan.
(2) Kurikulum pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, pendidikan informal, pendidikan berbasis keunggulan daerah, dan pendidikan khusus dan layanan khusus menggunakan standar nasional pendidikan, potensi dan keunggulan lokal.
(3) Kurikulum pendidikan bertaraf internasional mengacu pada standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan standar pendidikan negara maju.
Pasal 78
(1) Kurikulum pada satuan pendidikan dasar, pendidikan menengah dan jalur pendidikan nonformal dapat dikembangkan dengan standar yang lebih tinggi dari standar nasional pendidikan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. berbasis kompetensi, perkembangan, kebutuhan, kepentingan peserta didik dan lingkungan;
b. beragam dan terpadu;
c. tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya;
d. relevan dengan kebutuhan kehidupan;
e. menyeluruh dan berkesinambungan;
f. belajar sepanjang hayat;
g. seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan dan pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Gubernur.
BAB VIII
PENDIDIKAN LINTAS SATUAN DAN JALUR PENDIDIKAN
Pasal 79
(1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMSA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat:
a. pindah satuan atau program pendidikan;
b. mengambil program atau mata pelajaran pada jenis dan/atau jalur pendidikan yang sama, atau berbeda sesuai persayaratan akademik satuan pendidikan penerima.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perpindahan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur peraturan Gubernur.
Pasal 80
(1) Peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat mengambil mata pelajaran atau program pendidikan pada satuan pendidikan nonformal yang terakreditasi untuk memenuhi ketentuan kurikulum pendidikan formal yang bersangkutan.
(2) Peserta didik pada satuan pendidikan nonformal dapat mengambil mata pelajaran atau program pendidikan pada satuan pendidikan formal untuk memenuhi beban belajar pendidikan nonformal yang bersangkutan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan mata pelajaran atau program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur oleh peraturan Gubernur.
BAB IX
BAHASA PENGANTAR
Pasal 81
(1) Bahasa pengantar dalam pendidikan menggunakan Bahasa Indonesia.
(2) Bahasa asing dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar selain Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan peserta didik.
BAB X
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum
Pasal 82
(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 merupakan tenaga profesional yang tugasnya merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, menganalisis, dan menindaklanjuti hasil pembelajaran.
(2) Tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Bagian Kedua
Persyaratan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pasal 83
(1) Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal S1 atau D IV.
(3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, meliputi:
a. kompetensi pedagogik,
b. kompetensi kepribadian,
c. kompetensi profesional, dan
d. kompetensi sosial.
(4) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
(5) Ketentuan mengenai persyaratan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) diatur dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Bagian Ketiga
Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 84
(1) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Gubernur dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan, yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan, dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tidak boleh diskriminasi.
(4) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilakukan Gubernur atas usulan Kepala Dinas.
(5) Penugasan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 86
(1) Pemindahan tugas pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilaksanakan Kepala Dinas.
(2) Pemindahan tugas pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan mutu pendidikan.
Pasal 87
(1) Pemberhentian dengan hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar:
a. permohonan sendiri;
b. meninggal dunia;
c. mencapai batas usia pensiun;
d. diangkat dalam jabatan lain.
(2) Pemberhentian tidak hormat terhadap pendidik dan tenaga kependidikan, atas dasar:
a. hukuman jabatan;
b. akibat pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
c. melakukan perbuatan pelanggaran peraturan perundang-undangan;
d. menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Bagian Keempat
Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 88
Penyelenggara satuan pendidikan wajib membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan.
(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah dan/atau masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, meliputi pendidikan dan pelatihan, kenaikan pangkat dan jabatan, didasarkan pada prestasi kerja dan disiplin.
(2) Pendidikan dan pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan dan profesionalisme.
Pasal 90
(1) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non PNS), dilaksanakan Kepala Dinas.
Pasal 91
(1) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah menjadi tanggung jawab Kepala Dinas.
(2) Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat menjadi tanggung jawab penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Kesejahteraan
Pasal 92
Pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak memperoleh penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Pasal 93
Kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat yang kedudukannya bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS), berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial didasarkan pada perjanjian tertulis yang dibuat antara penyelenggara satuan pendidikan dengan pendidik dan/atau tenaga kependidikan bersangkutan.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan subsidi tunjangan fungsional kepada pendidik pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat.
(3) Dunia usaha dan Dunia Industri dapat membantu kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan pemerintah daerah dan masyarakat.
Pasal 95
Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dan 94 diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 96
(1) Penghargaan kepada pendidik dan tenaga kependidikan diberikan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan pada Negara, berjasa terhadap negara, karya luar biasa dan/atau meninggal dalam melaksanakan tugas.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan Pemerintah Daerah dan/atau dunia usaha dan/atau penyelenggara dan pengelola pendidikan berupa kenaikan pangkat, tanda jasa atau penghargaan lain.
(3) Selain bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat juga diberikan dalam bentuk piagam, bintang, lencana, dan uang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan kepada pendidik dan atau tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur dengan peraturan Gubernur.
Bagian Ketujuh
Perlindungan
Pasal 97
(1) Perlindungan diberikan kepada setiap pendidik dan tenaga kependidikan.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. perlindungan hukum yang mencakup terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakukan tidak adil dari peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat, aparatur, dan/atau pihak lain;
b. perlindungan profesi yang mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, dan pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat dalam pelaksanaan tugas;
c. perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain.
Bagian Kedelapan
Organisasi Profesi
Pasal 98
(1) Pendidik dan tenaga kependidikan dapat menjadi anggota organisasi profesi sebagai wadah yang bersifat mandiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak mengganggu tugas dan tanggung jawab.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan kemampuan, profesionalitas, dan kesejahteraan.
(3) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi.
Bagian Kesembilan
Pendidik Warga Negara Asing
Pasal 99
(1) Untuk peningkatan mutu pendidikan, penyelenggara pendidikan dapat meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan/atau keahlian tertentu yang langka dan/atau sangat diperlukan sebagai pendidik.
(2) Pendidik warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM
Paragraf 1
Umum
Pasal 100
(1) Untuk dapat diangkat sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM, calon Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat, selain memiliki standar kompetensi minimal dan kualifikasi, juga harus memenuhi persyaratan:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari dokter;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih, dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepolisian setempat;
e. memiliki komitmen untuk mewujudkan tujuan pendidikan;
f. memiliki kemampuan manajemen pendidikan;
g. memiliki pengalaman sebagai pendidik dan/atau membimbing sekurang- kurangnya 4 (empat) tahun sejak diangkat menjadi pendidik.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang akan mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus memenuhi persyaratan lain yang berlaku bagi PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2
Pemindahan dan Pemberhentian
Pasal 101
(1) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan Kepala PKBM yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dilakukan Kepala Dinas.
(2) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Madrasah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang diselenggarakan Departemen Agama, dilakukan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama.
(3) Pemindahan dan pemberhentian Kepala Sekolah/Madrasah pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan masyarakat, dilakukan penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Tugas dan Tanggung Jawab
Pasal 102
(1) Kepala Sekolah/Madrasah dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab, pada satuan pendidikan dasar dan pendidikan menengah dibantu Wakil Kepala Sekolah/Madrasah.
(2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi, membina pendidik dan tenaga kependidikan, mendayagunakan serta memelihara sarana dan prasarana pendidikan.
(3) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM bertanggung jawab atas pelaksanaan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun pada satuan pendidikan yang dipimpinnya.
(4) Kepala Sekolah/Madrasah mendorong terlaksananya jam wajib belajar di luar jam sekolah dan budaya membaca bagi peserta didik.
(5) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM melaporkan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab secara periodik kepada Kepala Dinas atau Kepala Kanwil Departemen Agama.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan tata cara pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kepala sekolah/madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diatur dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 103
(1) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang segala bentuk promosi barang dan/atau jasa di lingkungan sekolah/madrasah atau tempat belajar mengajar yang cenderung mengarah kepada komersialisasi pendidikan.
(2) Kepala Sekolah/madrasah/PKBM wajib melarang kegiatan yang dianggap merusak citra sekolah/madrasah dan demoralisasi peserta didik.
Pasal 104
(1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib mewujudkan kawasan sekolah / madrasah/ PKBM yang bersih, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta dilarang merokok.
(2) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM wajib melarang dan mengawasi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan terhadap penggunaan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika serta psikotropika.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kawasan sekolah/madrasah/PKBM yang bersih, aman, tertib, sehat, nyaman, hijau, dan kekeluargaan, serta dilarang merokok, dan larangan dan pengawasan terhadap penggunaan minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4
Asosiasi
Pasal 105
(1) Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM dapat membentuk asosiasi sebagai wadah yang bersifat mandiri.
(2) Asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan, serta profesionalisme dalam penyelenggaraan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan asosiasi Kepala Sekolah/Madrasah/PKBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
PRASARANA DAN SARANA
Pasal 106
(1) Setiap penyelenggara satuan pendidikan wajib menyediakan prasarana dan sarana yang memadai untuk keperluan pendidikan sesuai pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
(2) Pengadaan prasarana dan sarana yang diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(3) Pendayagunaan prasarana dan sarana pendidikan sesuai tujuan dan fungsinya menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan.
Pasal 107
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan prasarana dan sarana pendidikan pada penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dan/atau penyelenggara satuan pendidikan yang dikelola oleh Kantor Wilayah Departemen Agama.
(2) Gubernur menetapkan standar prasarana dan sarana minimal pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 108
(1) Gubernur dapat memberikan penghargaan atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau pelaku usaha yang memberikan bantuan prasarana dan sarana pendidikan.
(2) Pemberian penghargaan atau kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 109
(1) Prasarana pendidikan berupa bangunan gedung, wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai fungsinya.
(2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, izin mendirikan bangunan, dan izin penggunaan bangunan.
(3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan dan kelaikan bangunan gedung.
(4) Ketentuan persyaratan bangunan gedung pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 110
Penghapusan prasarana dan sarana pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII
EVALUASI, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI Bagian Kesatu Evaluasi
Pasal 111
(1) Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan yang dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Pasal 112
(1) Evaluasi hasil belajar peserta didik dilaksanakan pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
(2) Evaluasi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, lembaga, dan program pendidikan pada jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal dilakukan Pemerintah Daerah dan/atau lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematis untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaporkan kepada Gubernur.
Pasal 113
(1) Lembaga mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2), dapat melakukan fungsinya setelah mendapatkan persetujuan Gubernur.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kedua Akreditasi
Pasal 114
(1) Gubernur membentuk Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal yang bertugas membantu pelaksanaan akreditasi yang menjadi kewenangan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dan Pendidikan Nonformal.
(2) Badan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melaksanakan akreditasi terhadap program keahlian, dan/atau satuan pendidikan sekolah/madrasah dan pendidikan nonformal.
(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara objektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria sesuai standar nasional pendidikan.
(4) Prosedur pelaksanaan akreditasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 115
Satuan pendidikan yang telah diakreditasi Badan Akreditasi, harus diinformasikan kepada masyarakat.
Bagian Ketiga
Sertifikasi
Pasal 116
(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan satuan pendidikan terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai standar nasional pendidikan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 117
(1) Satuan pendidikan dapat memperoleh sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional.
(2) Sertifikasi pelayanan pendidikan bertaraf internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan luar negeri yang diakui Pemerintah.
BAB XIII
PENDANAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 118
(1) Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, berkelanjutan, transparan dan akuntabel.
(3) Penyelenggara dan/atau pengelola satuan pendidikan wajib mendayagunakan dana pendidikan, guna menjamin kelangsungan dan peningkatan mutu pendidikan.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 119
(1) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, dan Masyarakat.
(2) Pendanaan atau pembiayaan penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat bersumber dari Masyarakat, Anggaran Pendapatan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
(3) Dana pendidikan yang bersumber dari masyarakat berdasarkan musyawarah dan sukarela pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pengalokasian Dana Pendidikan
Paragraf 1
Kewajiban
Pasal 120
(1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain gaji pendidik, dan biaya pendidikan kedinasan.
(3) Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan dana darurat untuk mendanai keperluan mendesak dalam penyelenggaraan pendidikan yang diakibatkan peristiwa tertentu.
(4) Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan anggaran untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah dan/atau masyarakat dalam bentuk bantuan biaya pendidikan.
Pasal 121
Pemerintah Daerah wajib membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.
Paragraf 2
Beasiswa
Pasal 122
(1) Peserta didik dari keluarga kurang mampu berhak memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
(2) Peserta didik yang berprestasi dapat memperoleh beasiswa dari Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pemberian, persyaratan peserta didik dan pendistribusian beasiswa sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan peraturan Gubernur.
(4) Bagian Keempat Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 123
(1) Gubernur berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang berasal dari APBD maupun APBN.
(2) Gubernur dapat melimpahkan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Perangkat Daerah terkait dalam perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan pendidikan.
(3) Satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
(4) Satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat serta badan hukum penyelenggara satuan pendidikan berwenang dalam pengelolaan dana pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.
(5) Setiap pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XIV
PEMBUKAAN, PENAMBAHAN, PENGGABUNGAN,DAN PENUTUPAN
LEMBAGA PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 124
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Bagian Kedua
Pembukaan
Pasal 125
(1) Setiap pembukaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal, wajib memiliki izin penyelenggaraan pendidikan.
(2) Pembukaan satuan pendidikan tinggi wajib memiliki izin penyelenggaraan pendidikan dari Pemerintah setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur.
(3) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui tahapan:
a. izin prinsip penyelenggaraan pendidikan;
b. izin operasional penyelenggaraan pendidikan.
(4) Izin prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.
(5) Izin operasional penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b berlaku selama penyelenggaraan pendidikan berlangsung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Izin penyelenggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dapat dipindahtangankan dengan cara dan/atau dalam bentuk apapun.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pembukaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Penambahan dan Penggabungan
Pasal 126
(1) Penambahan dan penggabungan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan/atau program keahlian pada pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan nonformal dilakukan setelah memenuhi persyaratan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penambahan dan penggabungan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Keempat
Penutupan
Pasal 127
(1) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal yang diselenggarakan Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat yang tidak memenuhi persyaratan dapat ditutup.
(2) Satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditutup dilarang melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penutupan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan di Bawah Pembinaan Kanwil Departemen Agama
Pasal 128
Pembukaan, penambahan, penggabungan, dan penutupan satuan pendidikan di bawah pembinaan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan.
Bagian Keenam
Lembaga Pendidikan Asing
Pasal 129
(1) Lembaga pendidikan asing dapat menyelenggarakan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan lembaga pendidikan asing, wajib memberikan pendidikan agama, bahasa Indonesia, kewarganegaraan dan muatan lokal bagi peserta didik.
(3) Lembaga pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat bekerjasama dengan lembaga pendidikan yang ada di daerah, dan harus mengikutsertakan pendidik dan tenaga kependidikan warga masyarakat.
Pasal 130
Satuan pendidikan yang diselenggarakan perwakilan negara asing yang berlokasi di luar wilayah kedutaan besar, pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
PENJAMINAN MUTU
Pasal 131
(1) Setiap satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.
(2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan.
(3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Pasal 132
Gubernur berkewajiban melakukan pembinaan penjaminan mutu satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal serta dapat bekerjasama dengan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan.
BAB XVI
PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum
Pasal 133
(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peranserta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
(3) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian penyelenggaraan pendidikan.
(4) Peran serta masyarakat dalam pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup partisipasi dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan yang dilaksanakan melalui dewan pendidikan provinsi dan kotamadya/kabupaten dan komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal;
(5) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 134
(1) Peran serta perseorangan, keluarga dan kelompok sebagai sumber pendidikan dapat berupa kontribusi pendidik dan tenaga kependidikan, dana, prasarana dan sarana dalam penyelenggaraan pendidikan, dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan kepada satuan pendidikan.
(2) Peran serta organisasi profesi sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan tenaga ahli dalam bidangnya dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
(3) Peran serta pengusaha sebagai sumber pendidikan dapat berupa penyediaan fasilitas prasarana dan sarana pendidikan, dana, beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
(4) Peran serta organisasi kemasyarakatan sebagai sumber pendidikan dapat berupa pemberian beasiswa, dan nara sumber dalam penyelenggaraan pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
Pasal 135
(1) Peranserta perseorangan, keluarga atau kelompok sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa partisipasi dalam pengelolaan pendidikan.
(2) Peranserta organisasi profesi sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa pembentukan lembaga evaluasi dan/atau lembaga akreditasi mandiri.
(3) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pelaksana pendidikan berkewajiban menerima peserta didik dan/atau tenaga pendidik asal sekolah DKI Jakarta dalam pelaksanaan sistem magang, pendidikan sistem ganda, dan/atau kerjasama produksi dengan satuan pendidikan sebagai institusi pasangan.
(4) Peranserta organisasi kemasyarakatan sebagai pelaksana pendidikan dapat berupa penyelenggaraan, pengelolaan, pengawasan, dan pembinaan satuan pendidikan.
Pasal 136
(1) Peranserta dunia usaha/dunia industri sebagai pengguna hasil pendidikan dapat berupa kerjasama dengan satuan pendidikan dalam penyediaan lapangan kerja, pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan kerjasama pengembangan jaringan informasi.
(2) Dunia usaha/dunia industri dapat menyelenggarakan program penelitian dan pengembangan, bekerjasama dengan satuan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pasal 137
(1) Untuk peningkatan mutu dan relevansi program pendidikan, Pemerintah Daerah bersama pendidikan tinggi dan/atau pelaku usaha dan/atau dunia Industri dan/atau asosiasi profesi dapat membentuk Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama.
(2) Pembentukan Forum Koordinasi Konsultasi dan Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Kedua
Dewan Pendidikan
Pasal 138
(1) Dewan Pendidikan merupakan wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan.
(2) Dewan Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai lembaga mandiri berkedudukan di Provinsi dan kotamadya/kabupaten administrasi kepulauan seribu.
Pasal 139
(1) Dewan Pendidikan Provinsi berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Gubernur.
(2) Dewan Pendidikan Kotamadya/Kabupaten Administrasi berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana, serta pengawasan dalam penyelenggaran pendidikan kepada Walikota dan Bupati Administratif.
Bagian Ketiga
Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal
Pasal 140
(1) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis merupakan wadah peranserta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan pendidikan meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
(2) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis berperan memberikan pertimbangan, saran, dan dukungan tenaga, prasarana dan sarana serta pengawasan penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
(3) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, bersifat mandiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkis dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Dewan Pendidikan.
(4) Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis dapat terdiri dari satu di satuan pendidikan atau satu di beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama atau satu di beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang pada lokasi yang berdekatan atau satuan pendidikan yang dikelola oleh satu penyelenggara pendidikan.
Bagian Keempat
Penghargaan
Pasal 141
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berjasa di bidang pendidikan.
(2) Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVII
KERJASAMA
Pasal 142
(1) Penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan dapat melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan dan/atau dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi dalam negeri dan/atau luar negeri.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam rangka meningkatkan mutu, relevansi, dan pelayanan pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB XVIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 143
(1) Pemerintah Daerah, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah/Madrasah/Pendidikan Non-Formal atau nama lain yang sejenis melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan prinsip profesional, transparan dan akuntabel.
Pasal 144
Pengendalian penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan merupakan kewenangan Gubernur yang pelaksanaannya dilakukan Kepala Dinas.
Pasal 145
Pengawasan dan pengendalian satuan pendidikan di bawah pembinaan Kanwil Departemen Agama dilaksanakan Kepala Kanwil Departemen Agama.
BAB XIX
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 146
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f, Pasal 14 ayat (2), Pasal 15 ayat (3), Pasal 88, Pasal 103 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 104 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 109 ayat (1), Pasal 118 ayat (3), Pasal 125 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 131 ayat (1) dapat dikenakan sanksi administrasi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatalan izin prinsip dan izin operasional;
c. pencabutan izin operasional.
BAB XX
PENYIDIKAN
Pasal 149
(1) Selain pejabat penyidik Polri yang bertugas menyidik tindak pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya pelanggaran;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa terebut bukan merupakan tindak pelanggaran
dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum tersangka atau keluarganya;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggung- jawabkan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik pegawai negeri sipil tidak berwenang melakukan penangkapan dan penahanan.
(4) Penyidik pegawai negeri sipil membuat berita acara setiap tindakan tentang:
a. pemeriksaan tersangka;
b. pemasukan rumah;
c. penyitaan benda;
d. pemeriksaan surat;
e. pemeriksaan saksi;
f. pemeriksaan ditempat kejadian;
g. mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dan tembusannya kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XXI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 150
(1) Setiap orang dan/atau pengelola dan/atau penyelenggara pendidikan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 13 ayat (2) huruf g dan huruf h, Pasal 110, Pasal 127 ayat (2), Pasal 129 ayat (2) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak pidana pelanggaran.
BAB XXII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 151
Semua ketentuan yang berkaitan dengan pendidikan yang telah ditetapkan sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
BAB XXIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 152
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Desember 2006
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,
SUTIYOSO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2006
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA,
RITOLA TASMAYA
NIP.140091657
LEMBARAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TAHUN 2006 NOMOR 8.
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
NOMOR 8 TAHUN 2006
TENTANG
SISTEM PENDIDIKAN
I. UMUM
Tidak dapat dipungkiri dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, pendidikan memegang peran penting dan (sebagai) salah satu kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Melalui pendidikan yang bermutu dapat menciptakan DKI Jakarta sebagai pusat pendidikan dan/atau pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi bangsa Indonesia yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana standar internasional. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta harus dilandasi dengan kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak) yang merupakan cerminan keberhasilan bangsa Indonesia dimasa mendatang.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa baik di tingkat nasional maupun internasional, Pemerintahan Daerah dan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta bertekad untuk menghasilkan sumber daya manusia berkualitas melalui pendidikan yang bermutu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak), sehingga mampu menjawab berbagai tantangan zaman yang selalu berubah. (Oleh) Karena itu upaya yang dilakukan adalah (melalui) peningkatan mutu pendidikan, pemerataan pendidikan, serta efisiensi penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa urusan pendidikan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah. Sejalan dengan itu, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta menetapkan Peraturan Daerah tentang Pendidikan sebagai komitmen untuk mencerdaskan kehidupan dan penghidupan masyarakat Jakarta menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, adalah: (a) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat Jakarta; (b) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar; (c) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian bangsa yang bermoral; (d) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan internasional; (e) memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan sesuai dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, strategi yang dilakukan dalam pembangunan di bidang pendidikan, adalah: (a) pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; (b) pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; (c) proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (d) evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; (e) peningkatan keprofesionalan pendidikan dan tenaga kependidikan; (f) penyediaan sarana belajar yang mendidik (memadai); (g) pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; (h) penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; (i) pelaksanaan wajib belajar; (j) pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; (k) pemberdayaan peran serta masyarakat; (l) pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; (m) pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Melalui strategi tersebut, diharapkan tujuan pendidikan dapat terwujud secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.
Untuk mewujudkan tujuan dan strategi dalam penyelenggaraan dan atau pengelolaan pendidikan, diperlukan pengaturan agar terpenuhi hak-hak dan kewajiban yang mendasar bagi warga masyarakat di bidang pendidikan. Oleh sebab itu, diperlukan Peraturan Daerah sebagai landasan hukum bagi semua unsur yang terkait dengan pendidikan, serta mengikat semua pihak baik Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta maupun masyarakat.
Pendidikan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diselenggarakan sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan warga masyarakat Jakarta berdasarkan sembilan asas, meliputi:
a. nilai keagamaan, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada agama, sebagai umat manusia serta semua kehidupan dan kekayaan alam adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga segala apa upaya yang dalam pendidikan didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya.
b. demokratis, yang dimaksud demokratis adalah kebebasan berfikir dalam mengembangkan sikap dan kemampuan kepribadian dan bakat sesuai potensi yang dimiliki peserta didik.
c. ketelaudanan, bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dan masyarakat melalui proses pembelajaran.
d. manfaat, bahwa manfaat penyelenggaraan pendidikan bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta bangsa dan negara Republik Indonesia;
e. tidak diskriminatif, bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tidak membatasi, melecehkan atau mengucilkan baik langsung maupun tidak langsung yang didasarkan pada pembedaan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, mental dan fisik, serta umur yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dalam memperoleh pendidikan.
f. pembudayaan dan pemberdayaan, bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik dan masyarakat sepanjang hayat.
g. seimbang, serasi dan selaras dalam perikehidupan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara seimbang, serasi dan selaras dengan perikehidupan.
h. pemanfaatan optimal ilmu pengetahuan dan teknolologi, bahwa penyelenggaraan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal;
i. budaya bangsa, bahwa segala upaya yang dilakukan dalam pendidikan harus dilandaskan pada budaya bangsa Indonesia.
j. keterbukaan adalah penyelenggara pendidikan baik yang diselenggarakan masyarakat maupun Pemerintah dan Pemerintah Daerah membuka diri atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
k. bertanggung jawab, yang dimaksud bertanggung jawab adalah perwujudan akuntabilitas, moral dan etika, legal, dan mental dalam penyelenggaraan pendidikan.
l. kepastian hukum, dimaksudkan hak dan kewajiban masyarakat, orangtua, peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah, dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan ada kepastian hukum.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pendidikan dengan sistem terbuka adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan, berkelanjutan melalui pembelajaran tatap muka atau jarak jauh.
Yang dimaksud dengan pendidikan multimakna adalah proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan memberdayaan seluruh komponen masyarakat adalah pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat dalam suasana kemitraan dan kerjasama yang saling melengkapi dan memperkuat
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan, meliputi standar: isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan warga masyarakat memiliki kelainan fisik adalah warga masyarakat penyandang cacat. (UU tentang Penyandang cacat)
Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang memiliki kelainan mental adalah kelainan dalam kemampuan intelektual yang dapat menyebabkan/disertai dengan kelambatan pada gerak motoriknya atau juga dapat dikatakan disertai dengan kelainan fisiknya.
Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang memiliki kelainan emosional adalah kelainan dalam kemampuan emosional (ketidakpekaannya terhadap emosional)
Misalnya :
Tidak ada perasaan empati, tidak bisa membedakan di saat mana dia suka atau duka Marah yang tidak terkendali atau sebaliknya.
Yang dimaksud dengan warga masyarakat yang mengalami hambatan sosial dalam ayat ini antara lain :
a. anak yatim dan/atau piatu yang secara ekonomi tidak mampu;
b. anak yang tidak terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan/atau sosial;
c. anak yang memiliki perilaku menyimpang dari norma-norma masyarakat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang penyelenggaraan pendidikan yang berwujud tenaga, pemikiran, dana, serta prasarana dan sarana.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan waktu belajar setiap hari adalah hari efektif sekolah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan program akselerasi adalah pengaturan program pendidikan bagi peserta didik yang mencapai standar kompetensi yang dipersyaratkan lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Yang dimaksud dengan tutor adalah tenaga pendidik yang memberikan bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran mandiri atau proses pembelajaran kelompok pada satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan pamong belajar adalah tenaga pendidik yang memberikan penyuluhan, bimbingan, pengajaran, pelatihan, pengembangan model program pembelajaran, alat pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal.
Yang dimaksud dengan instruktur adalah tenaga pendidik yang memberikan pelatihan teknis pada kursus dan/atau pelatihan.
Yang dimaksud dengan fasilitator adalah tenaga pendidik yang memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga pendidikan dan pelatihan.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi maupun jaminan hari tua.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf b
Yang dimaksud dengan metode belajar yang sesuai adalah penggunaan metode – metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik warga belajar.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengelola satuan pendidikan adalah orang yang diberikan tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam mengelola penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan pengembang adalah seseorang yang diberi tugas atau kewenangan sebagai tim perekayasa kurikulum.
Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan standar kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan adalah kemampuan minimal yang harus dimiliki pendidik dan tenaga kependidikan dalam rangka meningkatkan mutu kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah spesifikasi teknis sebagai patokan pelayanan minimal yang wajib dilakukan oleh penyelenggaran pendidikan.
Huruf d
Untuk memberikan layanan dan kemudahan tanpa diskriminasi pada semua jenjang pendidikan, upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah antara lain dengan pembangunan sarana dan prasarana yang memadai dan secara selektif memperhatikan potensi serta kebutuhan masyarakat guna mendorong penuntasan wajib belajar sembilan tahun, menekan angka putus sekolah melalui penyediaan beasiswa.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Menyediakan dana dimaksudkan dalam rangka pembiayaan pendidikan bagi anak dari keluarga kurang mampu dan anak terlantar termasuk beasiswa untuk menarik anak yang masih berada di luar sistem sekolah sebagai akibat kemiskinan.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Satuan pendidikan yang dimaksud adalah satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Yang dimaksud dengan pendidik dan tenaga kependidikan adalah pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pendidikan umum adalah pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Yang dimaksud dengan pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi program sarjana, dan pascasarjana yang diarahkan terutamakan pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Yang dimaksud dengan pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Yang dimaksud dengan pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Bentuk lain yang sederajat antara lain Tarbiyatul Athfal (TA), Taman Kanak-Kanak Al-Qur'an (TKQ), dan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ).
Ayat (3)
Bentuk lain yang sederajat antara lain Taman Bermain, Taman Balita, Taman Pendidikan Anak Sholeh (TAPAS), dan pendidikan anak usia dini yang diintegrasikan dengan program layanan yang telah ada seperti Posyandu dan Bina Keluarga Balita.
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan umum di antaranya Taman Kanak-Kanak (TK).
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan keagamaan di antaranya Raudhatul Athfal (RA) dan Bustanul Athfal (BA).
Jenis pendidikan anak usia dini pada pendidikan khusus di antaranya Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB).
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan TKQ adalah TK yang orientasi pembelajaran membaca AL-Qur'an sejak dini.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
SMK dan MAK dapat terdiri atas 4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud program keahlian adalah unit terkecil pada sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan yang menyelenggarakan pembelajaran dengan karakteristik keahlian sesuai dengan jenis pekerjaan di dunia usaha dan industri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pemangku kepentingan (stakeholders) adalah berbagai pihak yang terkait dengan program keahlian seperti asosiasi profesi dan dunia usaha/dunia industri terkait.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah pemberian tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, penghargaan, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Bantuan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang diberikan oleh pemerintah daerah meliputi; bantuan beasiswa bagi mahasiswa yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku, bantuan penyelenggaraan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, serta bantuan lain sesuai dengan kemampuan pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kecakapan personal atau kecakapan pribadi adalah kecakapan dalam melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya, kecakapan dalam pengenalan terhadap kondisi dan potensi diri, kecakapan dalam melakukan koreksi diri, kecakapan dalam memilih dan menentukan jalan hidup pribadi, percaya diri, kecakapan dalam menghadapi tantangan dan problema serta kecakapan dalam mengatur diri.
Yang dimaksud dengan kecakapan intelektual adalah kecakapan yang mencakup kecakapan terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau seni sesuai dengan bidang yang dipelajari, berpikir kritis dan kreatif, kecakapan melakukan penelitian dan percobaan-percobaan dengan pendekatan ilmiah.
Yang dimaksud dengan kecakapan sosial adalah kecakapan yang mencakup kecakapan dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kecakapan bekerjasama dengan sesama, kecakapan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, empati atau tenggang rasa, kepemimpinan dan tanggung jawab sosial.
Yang dimaksud dengan kecakapan vokasional adalah kecakapan yang mencakup kecakapan dalam memilih bidang pekerjaan, mengelola pekerjaan, mengembangkan profesionalitas dan produktivitas kerja dan kode etik bersaing dalam melakukan pekerjaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Pendidikan informal diselenggarakan dalam rangka meletakan dasar-dasar kesiapan hidup peserta didik sebagai anggota masyarakat, karena itu aturannya merupakan tanggung jawab keluarga peserta didik, melalui keikuitsertaan dalam kelompok belajar, kursus, atau kegiatan belajar dengan menggunakan bahan belajar yang dapat dikaji sendiri atau mandiri
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendidikan bertaraf internasional adalah pola penyelenggaraan pendidikan mengacu pada input, proses, dan output pendidikan yang unggul yang dapat dilakukan melalui kerjasama Pemerintah Daerah dengan lembaga pendidikan asing yang diakui atau direkomendasikan Pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional merubah satuan pendidikan yang sudah ada menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pendidikan berbasis keunggulan daerah adalah pendidikan yang diperkaya dan dikembangkan sesuai potensi dan kekhasan budaya Betawi dan/atau potensi Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pendidikan lain yang sederajat adalah pendidikan bertaraf internasional dan berbasis keunggulan daerah dalam bentuk kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat atau majelis taklim yang diselenggarakan oleh masyarakat atau lembaga asing dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Pengembangan satu satuan pendidikan bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar, menengah umum dan menengah kejuruan diupayakan dilakukan pada setiap wilayah kotamadya. Namun apabila berdasarkan standar pelayanan minimal pengembangan sekolah bertaraf internasional tidak memungkinkan, maka pengembangan di satu wilayah kotamadya dapat dilakukan di wilayah lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kelas inklusif adalah layanan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi perserta didik yang berkelainan/kendala fisik untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik normal di satuan pendidikan formal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 61
Yang dimaksud dengan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah peserta didik yang memiliki potensi jauh di atas rata-rata dalam salah satu atau lebih kemampuan; akademik, seni, olahraga, kepemimpinan, dan lainnya yang relevan.
Penetapan peserta didik yang dimaksud dilakukan oleh ahli yang relevan.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi; karakteristik, sistem pembelajaran, peserta didik, persyaratan pendirian satuan dan/atau program pendidikan, sarana dan prasarana harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Budha, Hindu dan Konghuchu harus mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan memfasilitasi adalah memberikan bimbingan, arahan, pedoman, rekomendasi, izin operasional (pembukaan, penutupan dan penggabungan pendidikan), bantuan/subsidi, pendanaan serta peralatan pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan wilayah perbatasan adalah daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan data dan informasi pendidikan adalah data dan informasi tentang lembaga pendidikan, tenaga pendidik dan kependidikan, peserta didik, sarana dan prasarana, anggaran, kurikulum dan lain lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif dari standar nasional pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.
Yang dimaksud dengan manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah bentuk otonomi satuan pendidikan. Dalam hal ini Kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu Komite sekolah/madrasah atau nama lain yang sejenis/madrasah dalam mengelola sekolah/madrasah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tidak diperuntukkan bagi pendidikan Informal.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Bahasa pengantar dalam pendidikan menggunakan bahasa Indonesia. Bagi siswa kelas 1 s.d. III dapat menggunakan bahasa ibu sebagai media pembelajaran. Bahasa ibu disini dapat menggunakan bahasa daerah yang dikuasai peserta didik.
Ayat (2)
Yang dimaksud bahasa pengantar selain bahasa Indonesia adalah bahasa asing yang dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran.
Pasal 82
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 83
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kualifikasi akademik adalah ijazah yang merefleksikan kemampuan yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya sesuai dengan Standar Pendidikan Nasional.
Yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. pemahaman terhadap peserta didik;
c. pengembangan kurikulum/silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f. pemanfaatn teknologi pembelajaran;
g. evaluasi belajar; dan
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Huruf b
Kompetensi kepribadian sekurangnya mencakup kepribadian yang:
a. mantap;
b. stabil;
c. dewasa;
d. arif dan bijaksana;
e. jujur;
f. berwibawa;
g. berakhlak mulia;
h. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
i. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
j. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
Huruf d
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali perserta didik dan masyarakat sekitar.
Ayat (4)
Yang dimaksud pelaksana uji kelayakan dan kesetaraan adalah lembaga yang ditetapkan pejabat yang berwenang untuk melakukan uji kemampuan keahlian seseorang dan menentukan kesetaraan keahlian tertentu dengan penggolongan jabatan guru.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 84
Ayat (1)
Pengangkatan, penempatan, atau pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam rangka pemerataan dan atau meningkatkan mutu pendidikan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tidak boleh diskriminasi adalah menurut pertimbangan gender, agama, ras, suku, asal daerah, atau pertimbangan lain yang tidak ada hubungannya dengan kualifikasi dan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Ayat (1)
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan :
a. jabatan lain untuk pendidik adalah jabatan-jabatan di luar jabatan fungsional pendidik.
b. jabatan lain untuk tenaga kependidikan adalah jabatan-jabatan di luar tenaga kependidikan.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Ayat (1)
Pembinaan disiplin pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan bercirikan agama menjadi tanggung jawab Kantor Wilayah Departemen Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan resiko lain adalah perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup Jelas
Pasal 103
Ayat (1)
Yang dimaksud komersialisasi pendidikan adalah memanfaatkan sumber daya satuan pendidikan semata-mata untuk memperoleh keuntungan pribadi, kelompok dan/atau perusahaan.
Ayat (2)
Kegiatan yang dianggap merusak citra sekolah/madrasah dan demoralisasi di kalangan pelajar adalah kegiatan yang menjadikan sumber daya satuan pendidikan yang tidak sesuai dengan misi pendidikan seperti pembuatan sinetron dan/atau film yang menvisualisasikan pelajar secara vulgar, sensual, brutal, kriminal, pelaku sex bebas, dan sebagainya .
Pasal 104
Ayat (1)
penetapan kawasan dilarang merokok rokok untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan dalam lingkungan yang sehat bebas dari asap rokok.
Penetapan kawasan dilarang merokok untuk meningkatkan kualitas kesehatan peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, agar tercipta lingkungan hidup sehat yang bebas dari asap rokok.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan tujuan dan fungsi sarana dan prasarana meliputi sarana (alat) penunjang kegiatan belajar dan mengajar sesuai dengan materi yang diajarkan dan prasarana adalah gedung tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud lembaga adalah penyelenggara dan/atau pengelola pendidikan.
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Evaluasi peserta didik mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi kognitif dilakukan dengan tes tertulis, evaluasi afektif dan psikomotoris dengan tes perbuatan atau nontes.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendanaan pendidikan adalah seluruh biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan, meliputi antara lain :
a. biaya investasi misalnya biaya pembangunan prasarana dan sarana pendidikan, pengembangan sumber daya manusia;
b. biaya operasi pendidikan, misalnya telepon, air, listrik, gaji, dan alat tulis kantor;
c. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran secara teratur;
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud peristiwa tertentu adalah kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti bencana alam, kebakaran, dan kerusuhan sosial.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 121
Yang dimaksud dengan kewajiban Pemerintah Daerah membiayai penyelenggaraan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar adalah biaya investasi dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan Pemerintah Daerah, dan biaya operasi bagi yang diselenggarakan masyarakat.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas.
Pasal 135
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelaksana pendidikan adalah peran serta masyarakat sebagai fasilitator, penyelenggara, penilai, dan pengawas.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud institusi pasangan adalah lembaga pemerintah, non pemerintah, dunia usaha/dunia industri dan/atau asosiasi profesi yang menjadi mitra SMK dalam penyelenggaraan pendidikan sistem ganda.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal151
Cukup jelas
Pasal152
Cukup jelas
0 Response to "PERDA DKI NO. 8 TH. 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN TERMASUK AGAMA"
Post a Comment